SELAMAT DATANG DIBLOG AHMAD BASUKI

Blog Archive

PERAN AKHLAK DALAM PENDIDIKAN


Ibnu khaldun pernah membahas tentang filsafat sejarah dan soal-soal prinsip mengenai jatuh bangunnya negara dan bangsa-bangsa. Jatuh bangunnya sebuah negara ditentukan oleh sikap manusia yang ada di dalamnya, itulah faktor akhlak.  Negara yang bertahan ialah negara yang ‘baik’ didalam segala urusan kenegaraannya. Sebuah negara yang disukai rakyatnya sudah pasti akan dipertahankan dari keambrukan lantaran putaran perjalanan sejarah bangsa manusia. Peradaban maju karena faktor akhlak dan runtuh karena rusaknya akhlak. Begitupun dalam ranah dunia pendidikan. Kemajuan pendidikan di institusi manapun tergantung peran budi pekerti, moral perilaku, dan akhlak.
Ada banyak pepatah di beberapa negara yang berhubungan tentang kesungguhan, seperti Siapa Menanam Dia Akan Menuai (pepatah Melayu), You Reap What You Saw (pepatah Inggris), atau Man Jadda Wa Jadda (pepatah Arab). Setiap orang akan mendapatkan apa yang diusahakan dengan sepenuh kesungguhan. Suatu waktu kita mendapatkan hasil yang tidak kita inginkan, bisa jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesungguhan dalam meraihnya. Bekerja keras adalah sebuah akhlak, sementara malas-malasan adalah dosa yang disingkirkan dengan memotivasi diri serta doa harian. Untuk memotivasi bisa dilakukan dengan memasang target harian, target bulanan, semesteran, tahunan dan juga membiasakan diri berada dalam sistem dan lingkungan yang kondusif dan kompetitif.  Siapa yang bersungguh-sungguh dia yang mendapat, dan siapa yang menanam dia akan menuai. Itulah sunnatullah (hukum Allah yang berlaku di alam, atau biasa disingkat hukum alam).
Lalu, bagaimana peran pendidikan akhlak sekarang ini bila dikaitkan dengan pendidikan secara umum saat ini? Dimana telah kita temukan banyak problem/masalah yang menyangkut moral dan akhlak peserta didik maupun pendidik pada dunia pendidikan dewasa ini. Adanya kecurangan-kecurangan ketika ujian yang dilakukan siswa dengan menyontek, adanya perkelahian (tawuran) antar pelajar yang berdampak merugikan warga sekitar, ataupun potret pendidik yang yang tidak sabar dalam mendidik sehingga melakukan kekerasan dalam proses belajar mengajar pada peserta didik, dll.
Di negara yang dikatakan orang maju, seperti Eropa, Amerika, Australia, dan lainnya sangat ditekankan ‘dilarang menyontek’ dalam ujian. Siapa yang kedapatan menyontek, maka ia akan dikeluarkan dari sekolah/kampus. Hasilnya adalah adanya budaya jujur yang terbentuk selama mereka mengalami proses pendidikan, dan menjadi lulusan yang memiliki rasa percaya diri.
Menyangkut budaya menyontek yang parah di sekolah (hingga juga mahasiswa),  akan berakibat memunculkan perilaku atau watak tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membaca buku pelajaran tapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan menyontek, menghalalkan segala macam cara, dan akhirnya menjadi koruptor.
Pengaruh dari pelaksanaan ujian bersih dari menyontek seperti ini ialah siswa akan belajar giat, guru akan mengajar lebih serius, anak-anak akan rajin membaca, kegiatan siswa akan fokus pada pelajaran, bukan pacaran, tawuran, mencuri, kenakalan remaja, bermain-main, tapi siswa mulai disiplin dan bertanggung jawab, dan orang tua tidak lagi mencampuri urusan pendidikan. Perilaku jujur akan menjadi budaya nasional kita khususnya budaya jujur dalam dunia pendidikan, dimana ada proses ujian yang mendidik lulusan menjadi orang jujur, tidak korup, memiliki budaya malu, disiplin, bertanggung jawab, percaya diri, dan rajin membaca. Maka kurikulum dengan akhlak kejujuran dalam pendidikan ada baiknya ditekankan sekali.