SELAMAT DATANG DIBLOG AHMAD BASUKI

Blog Archive

PSIKOLINGUISTIK

Pengertian Psikolinguistik
Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social ‎Science Research Council di Amerika Serikat mengundang tiga orang linguis dan tiga orang ‎psikolog untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik ‎digunakan sejak tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok dalam karyanya ‎berjudul sycholinguistics, A Survey of Theory and Research roblems. Sejak itu istilah tersebut ‎sering digunakan. Psikolinguistik merupakan interdisiplin antara Linguistik dan Psikologi. Karena ‎itu, dalam membahas pengertian Psikolinguistik, terlebih dahulu penulis akan berdasar pada ‎pengertian ilmu-ilmu tersebut. Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata ‎pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ‎ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa. ‎Pengertian Psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika Psikologi masih berada atau merupakan ‎bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu jiwa lazim dipakai ‎sebagai padanan Psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu (misalnya timbulnya konotasi ‎bahwa Psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.‎
Pergeseran atau perubahan pengertian yang tentunya berkonsekuensi pada objek Psikologi sendiri ‎tadi tentu saja berdasar pada perkembangan pemikiran para peminatnya. Bruno (Syah, 1995: 8) ‎secara rinci mengemukakan pengertian Psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling ‎berhubungan. Pertama Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua Psikologi adalah ilmu ‎pengetahuan mengenai kehidupan mental. Ketiga Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai ‎tingkah laku organisme. Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik ‎‎(bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 ‎SM). Mereka menganggap bahwa kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Karena itu, ‎studi mengenai kesadaran dan proses mental manusia pun merupakan bagian dari studi mengenai ‎ruh. Ketika Pikologi melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang ‎mandiri pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium ‎pskologinya, ruh dikeluarkan dari studi psikologi. para ahli, di antaranya William james (1842-‎‎1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan ‎mengenai kehidupan mental. Pengertian ketiga dikemukakan J.B. Watson (1878-1958) sebagai ‎tokoh yang radikal yang tidak puas dengan definisi tadi lalu beliau mendefinisikan Pikologi ‎sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) organisme. Selain itu, Watson sendiri ‎menafikan (menganggap tidak ada) eksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh dan ‎kehidupan internal manusia menurut Watson dan kawan-kawannya tidak dapat dibuktikan ‎karena tidak ada, kecuali dalam hayalan belaka. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa ‎Psikologi behaviorisme adalah aliran ilmu jiwa yang tidak berjiwa. Untuk menengahi pendapat ‎tadi muncullah pengertian yang dikemukakan oleh pakar yang lain, di antaranya Crow & Crow. ‎Menurutnya Pikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yakni interaksi ‎manusia dengan dunia sekitarnya (manusia, hewan, iklim, kebudayaan, dsb.‎
Pengertian Pikologi di atas sesuai dengan kenyataan yang ada selama ini, yakni bahwa para ‎psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap perilaku manusia yang bersifat ‎jasmaniah (aspek pasikomotor) dan yang bersifat rohaniah (kognitif dan afektif). Tingkah laku ‎psikomotor (ranah karsa) bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk, berjalan, dsb., sedangkan ‎tingkah laku kognitif dan afektif (ranah cipta dan ranah rasa) bersifat tertutup, seperti berpikir, ‎berkeyakinan, berperasaan, dsb. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan ‎bahwa Pikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia baik yang tampak maupun ‎yang tidak tampak. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, ‎‎1982: 99).‎
Sejalan dengan pendapat di atas Martinet mengemukakan (1987: 19) mengemukakan bahwa ‎linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Secara lebih rinci dalam ‎Webster’s New Collegiate Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan EDUCARE: Jurnal ‎Pendidikan dan Budaya http://educare.e-fkipunla.net Generated: 26 July, 2009, 06:28 linguistics ‎is the study of human speech including the units, nature, structure, and modification of language ‎‘linguistik adalah studi tentang ujaran manusia termasuk unit-unitnya, hakikat bahasa, ‎struktur, dan perubahanperubahan bahasa’. Dalam Oxford Advanced Learner’s ‎Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan linguistics is the science of language, e.g. its structure, ‎acquisition, relationship to other forms of communication ‘linguistik adalah ilmu tentang ‎bahasa yang menelaah, misalnya tentang struktur bahasa, pemerolehan bahasa dan tentang ‎hubungannya dengan bentuk-bentuk lain dari komunikasi’. Dari pendapat-pendapat di ‎atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa dengan karakteristiknya. ‎Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara maupun menulis dan dipahami oleh ‎manusia baik dalam menyimak ataupun membaca.‎
Berdasarkan pengertian psikologi dan Linguistik pada uraian sebelumnya dapat disimpulkan ‎bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang ‎tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Untuk lebih jelasnya, mengenai pengertian ‎Psikolinguistik berikut ini dikemukakan beberapa definisi Psikolinguistik.  Aitchison ‎‎(Dardjowidojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan ‎minda. Sejalan dengan pendapat di atas. Field (2003: 2) mengemukakan psycholinguistics ‎explores the relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik ‎membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’. Minda atau otak beroperasi ‎ketika terjadi pemakaian bahasa. Karena itu, Harley (Dardjowidjojo: 2003: 7) berpendapat bahwa ‎psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum ‎menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan ‎ini Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai ‎penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Kridalaksana (1982: 140) pun berpendapat sama ‎dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa ‎dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Dalam ‎proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat. ‎Karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu ‎ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa ‎membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Slobin ‎‎(Chaer, 2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses ‎psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada ‎waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia.‎
Secara lebih rinci Chaer (2003: 6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan ‎hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, ‎dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Pada hakikatnya dalam ‎kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dalam kaitan ini ‎Garnham (Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental ‎mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific discipline whose ‎goal is a coherent theory of the way in which language is produce and understood ‎‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang ‎menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran’. Dalam ‎penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi ‎pikiran. Dalam hubungan ini Osgood dan Sebeok (Pateda: 1990) menyatakan pscholinguistics ‎deals directly with the processes of encoding and decoding as they relate states of ‎communicators ‘psikolinguistik secara langsung berhubungan dengan proses-proses ‎mengkode dan mengerti kode seperti pesan yang disampaikan oleh orang yang ‎berkomunikasi’. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, ‎sedangkan pemahaman pesan merupakan rekognisi sebagai hasil analisis. Karena itu, Lyons ‎berpendapat bahwa tentang psikolinguistik dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ‎telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis). Bahasa sebagai wujud atau hasil ‎proses dan sebagai sesuatu yang diproses bisa berupa bahasa lisan atau bahasa tulis, sebagaimana ‎dikemukakan oleh Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai ‎manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada ‎manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan ‎bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ‎ataupun secara lisan.‎
Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, hal ini ‎berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. ‎Pendapat di atas pun secara tersurat menyatakan bahwa Psikolinguistik pun mempelajari ‎pemerolehan bahasa oleh manusia sehingga manusia mampu berbahasa. Lebih jauhnya bisa ‎berkomunikasi dengan manusia lain, termasuk tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang anak ‎manakala anak belajar berbahasa sebagaimana dikemukakan oleh Palmatier (Tarigan, 1985: 3) ‎bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perkembangan bahasa anak. Semua bahasa ‎yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu, Slama (Pateda, ‎‎1990: 13) mengemukakan bahwa‎
psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications ‎and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘‎
psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk ‎berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa ‎yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.‎
Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu ‎yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak ‎tampak. berupa persepsi, pemproduksian bahasa, dan pemerolehan bahasa. Perilaku yang tampak ‎dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia ‎memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika ‎memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses ‎sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.‎
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, ‎pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean, hubungan ‎antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ‎ini Yudibrata, Andoyo Sastromiharjo, Kholid A. Harras(1997/1998: 9) menyatakan bahwa ‎Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, ‎pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, ‎hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), ‎hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).‎
Field (2003: 2) mengemukakan ruang lingkup Psikolinguistik sebagai berikut: language ‎processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain, bahasa ‎dalam keadaan istimewa, language in exceptional circumstances, frst language acquisiton ‎‘pemrosesan bahasa, penyimpanan dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, ‎bahasa dan otak, pemerolehan bahasa Secara lebih rinci Musfiroh pun berpendapat (2002: 8) ‎bahwa Psikolingusitik meliputi a. Hubungan antara bahasa dan otak, logika, dan pikiran b. Proses ‎bahasa dalam komunikasi: produksi, persepsi dan komprehensi c. Permasalahan makna d. Persepsi ‎ujaran dan kognisi e. Pola tingkah laku berbahasa f. Pemerolehan bahasa pertama dan kedua g. ‎Proses berbahasa pada individu abnormal (Musfiroh, 2002: 8) Karena psikologi merupakan ‎bagian dari psikolinguistik, untuk mempermudah pemahman selanjutnya perlu dibicarakan ranah ‎psikologi.‎
‎2. Ranah Psikologi
Menurut Utami Munandar (Syah, 2004: VI) hakikat pendidikan adalah menyediakan lingkungan ‎yang memungkinkan setiap peserta didik mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya ‎secara optimal dan utuh (mencakup matra kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, ‎pembelajaran bahasa pun ditujukan untuk mencapai ranah kognirif, afektif, dan psikomotor ‎secara utuh. Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti ‎mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan ‎pengetahuan.. (Neisser dalam Syah, 1995: 65; 2004: 22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah ‎kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis ‎manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, ‎pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan. Menurut ‎Chaplin (Syah, 1995: 65; 2004: 22) ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan ‎konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang ‎berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus ‎pengendali ranahranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). ‎Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan ‎seorang siswa dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat ‎memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Afektif ‎adalah ranah Psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, ‎benci, serta sikapsikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Psikomotor adalah ranah ‎Psikologi yang segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun ‎kualitasnya karena sifatnya terbuka (Syah, 1995: 85; 2004: 52).‎
‎3. Peran Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa‎
Siswa adalah subjek dalam pembelajaran. Karena itu, dalam hal ini siswa dianggap sebagai ‎organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun ‎psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ‎ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Dalam sebuah penelitian ‎yang dilakukan Garnham (Nababan, 1992: 60-61) terhadap aktivitas berbicara ditemukan ‎berbagai berbicara yang menyimpang (kurang benar) dengan pengklaifikasian kesalahan sebagai ‎berikut. Berbicara yang Menyimpang Tipe Ucapan yang Seharusnya Kesalahan antisipasi ‎penerusan pengurangan/ haplology penambahan pertukaran penggantian percampuran “the ‎new Mel Brooks film …” “practical classes …” “never ‎lets …” “better of than …” “on a table around you ‎…” “engineering job …” “hilarityhipterics ‎…” “the new Bel …” “practical kr…” ‎“nets …” “better off-wise than …” “round a table ‎on you …” “engineering degree …” “hilarics ‎…” Nababan (1992: 60-61) Menurut Garnham penyebab kesalahan yang dilakukan ‎oleh pembicara di antaranya adalah kesaratan beban (overloading), yaitu perasaan waswas ‎‎(menghadapi ujian atau pertemuan dengan orang yang ditakuti) atau karena penutur kurang ‎menguasai materi, terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang ‎menguasai topik. Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat kita klasifikasikan berdasarkan ‎ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa perasaan waswas berkaitan dengan ranah afektif. ‎Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, ‎dan penyebab kesalahan berupa kesukaran melafalkan kata berkaitan dengan ranah psikomotor. ‎Contoh-contoh kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi menunjukkan ‎bahwa peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Tujuan umum ‎pembelajaran bahasa, yaitu siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, ‎baik dalam berbahasa lisan ataupun berbahasa tulis. Agar siswa dapat berbahasa Indonesia yang ‎baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidahkaidah bahasa. Kaidah-kaidah bahasa ‎dipelajari dalam linguistik. Untuk dapat menggunakan bahasa secara lancar dan komunikastif ‎siswa tidak hanya cukup memahami kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif ‎‎(penguasaan kaidah bahasa dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya ‎diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor ‎‎(lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, ‎jelaslah bahwa betapa penting peranan Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa.‎