SELAMAT DATANG DIBLOG AHMAD BASUKI

Blog Archive

KURIKULUM 1984 (CBSA)



Pengertian Kurikulum
Kurikulum dalam arti sempit adalah: “Sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata ‎kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat“. ‎Sedangkan menurut Oemar Hamalik, “Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ‎ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah”.‎
Dalam pendidikan formal kurikulum merupakan salah satu aspek yang penting dalam ‎pengajaran, karena pengajaran berpangkal padanya. Dalam kurikulum terangkum pula ‎pengajaran yang menentukan kemana dan bagaimana seorang anak didik diarahkan dalam ‎perkembangan segenap potensinya. Kurikulum selalu menyangkut persoalan mengenai apa ‎yang hendak diajarkan dan mengapa hal itu diajarkan, karena itu kurikulum tidak terlepas dari ‎pengajaran.‎
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi ‎kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang ‎No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: ‎‎“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan ‎pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran ‎untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan ‎bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara ‎Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan : ‎
a. Peningkatan iman dan takwa; ‎
b. Peningkatan akhlak mulia; ‎
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; ‎
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan; ‎
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional; ‎
f. Tuntutan dunia kerja; ‎
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; ‎
h. Agama; ‎
i. Dinamika perkembangan global; dan ‎
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan ‎
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik ‎yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan ‎agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum ‎haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini ‎dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap ‎jenjang pendidikan.‎
Kurikulum 1984 ‎
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah ‎sebagai berikut :‎
‎1)‎    Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum ‎pendidikan dasar dan menengah.‎
‎2)‎    Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan ‎kemampuan anak didik.‎
‎3)‎    Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.‎
‎4)‎    Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.‎
‎5)‎    Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan ‎yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas ‎termasuk Pendidikan Luar Sekolah.‎
‎6)‎    Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan ‎perkembangan lapangan kerja.‎
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau ‎tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum ‎‎1975 dianggap tidak sesuai lagi. oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum ‎‎1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. ‎
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang ‎anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan ‎meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, ‎disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.‎
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan ‎proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 ‎yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati ‎sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara ‎Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).‎
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. ‎Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP ‎Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta, periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok ‎secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak ‎deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang ‎mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa ‎berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tidak lagi mengajar ‎model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.‎
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum tahun ‎‎1984 terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu banyak ‎jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia. ‎
Keuntungan kurikulum 1984‎
a)‎    Murid tidak terbebani oleh materi pelajaran.‎
b)‎    Siswa aktif, kreatif, inovatif, dan dapat memecahkan masalah.‎
c)‎    Sosialisasi siswa terhadap lingkungan disekitarnya sangat bagus.‎
Kerugian kurikulum 1984‎
a)‎    Memerlukan fasilitas yang lebih lengkap, untuk menunjang kreatifitas anak.‎
b)‎    ‎ Hanya efektif pada kelas kecil (kelas dengan jumlah siswa ± max 30 siswa).‎

Sumber :‎
http://wwwmykurikulum.blogspot.com/.‎
http://wintervina.blogspot.com/2012/03/analisis-kurikulum-tahun-1984-1994-2004.html. ‎‎18/03/2013.‎