SELAMAT DATANG DIBLOG AHMAD BASUKI

Blog Archive

KURIKULUM TINGKAT ASATUAN PPENDIDIKAN (KTSP)


Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, ‎isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman ‎penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan ‎tertentu (BSNP, 2006). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan ‎dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan ‎pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat ‎satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana ‎pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang ‎mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, ‎kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat ‎belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ‎ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator ‎pencapaian kompetensi untuk penilaian.‎
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah unutk memandirikan dan ‎memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) ‎kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan ‎pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.‎
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:‎
‎1.‎    Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah ‎dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber ‎daya yang tersedia.‎
‎2.‎    Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam ‎mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.‎
‎3.‎    Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan ‎dicapai.‎
Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola ‎pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah ‎yang sedang digulirkan sewasa ini. Oleh Karen itu, KTSP perlu diterapkan oleh ‎setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagi berikut.‎
‎1.‎    Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi ‎dirinya sehingga dia dapat menoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ‎tersedia untuk memajukan lembaganya.‎
‎2.‎    Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input ‎pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses ‎pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.‎
‎3.‎    Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk ‎memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa ‎yang terbaik bagi sekolahnya.‎
‎4.‎    Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan ‎kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih ‎efisien dan efektif jika dikontrol oleh masyarakat sekitar.‎
‎5.‎    Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing ‎kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dam masyarakat pada umumnya, ‎sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan ‎mencapai sasaran KTSP.‎
‎6.‎    Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain ‎untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan ‎dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah ‎setempat.‎
‎7.‎    Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan ‎yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya dalam KTSP.‎
Landasan KTSP
‎1.‎    UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
‎2.‎    PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
‎3.‎    Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
‎4.‎    Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
‎5.‎    Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 ‎dan 23 Tahun 2006‎
Ciri-ciri KTSP
‎1.‎    KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan ‎program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan ‎peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.‎
‎2.‎    Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses ‎pembelajaran.‎
‎3.‎    Guru harus mandiri dan kreatif.‎
‎4.‎    Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.‎

Perbedaan antara KTSP dengan Kurikulum lama
Aspek    Kurikulum lama    KTSP
Dokumen
    Seluruh dokumen ‎kurikulum direncanakan, ‎dibuat, dan ‎dikembangkan oleh pusat
    Komponen dan materi pokok minimal ‎dikembangkan pusat, sedangkan ‎Silabus dan bahan ajar direncanakan ‎dan dikembangkan  oleh sekolah atau ‎satuan pendidikan
    Diformulasikan secara ‎kaku, tidak luwes dan ‎kurang dinamis, sehingga ‎tidak memberikan ‎peluang kepada daerah ‎‎,sekolah, dan guru  untuk ‎mengembangkan potensi ‎yang ada    Semua diserahkan kepada daerah, ‎satuan pendidikan, dan guru sesuai ‎dengan kebutuhannya, asal memenuhi ‎standar minimal yg ditentukan .‎
Isi
    Materi padat dan ‎tumpang tindih. Terlalu ‎banyak hafalan, kurang ‎mengarah pada ‎pembentukan sikap ilmiah ‎dan kepribadian melalui ‎pengembangan ‎ketrampilan dan sikap.‎    Materi dibentuk  untuk mengarah pada ‎kompetensi yang dituntut. Karena ‎berbasis kompetensi, maka materi ‎pokok bukan hafalan, tetapi mengarah ‎pada kompetensi yang dituntut.‎
Persiapan
    Guru diminta ‎mempersiapkan AMP ‎‎(Analisis Materi ‎Pelajaran), Program ‎Tahunan, Program Catur ‎Wulan, Program Satuan ‎Pelajaran dan Rencana ‎Pembelajaran
    Guru diminta membuat Silabus, ‎Program Tahunan, Program Semester,  ‎Rencana /Skenario Pembelajaran, dan ‎Bahan Ajar

Proses
    Materi yang terlalu ‎banyak sehingga ‎menyulitkan guru dan ‎siswa
    Guru diberi kebebasan berkreasi dalam  ‎mengembangkan secara kreatif materi ‎pokok  untuk mencapai kompetensi ‎yang ditentukan

    Dalam pelaksanaan ‎kurang memperhatikan ‎learning to know, ‎learning to do, learning ‎to  live together, dan ‎learning to be secara ‎proporsional . ‎    Kesemua itu diakomodasikan secara ‎integratif dan proporsional

    Formulasi dan ‎pelaksanaan kurikulum ‎kurang memperhatikan ‎keutuhan aspek kognitif, ‎afrktif, dan psikomotorik
    Ketiganya merupakan suatu keutuhan ‎dalam pencapaian kompetensi

    Siswa sebagai obyek ‎pendidikan dalam proses ‎pembelajaran
    Siswa sebagai subyek pendidikan ‎‎(student centered learning)‎
    Kecakapan hidup (life ‎skill) kurang ‎terakomodasi dalam ‎kurikulum dan proses ‎pembelajaran, karena ‎mengejar  target kurikuler
    Terakomodasi secara terpadu dan ‎proporsional dalam kurikulum dan ‎proses pembelajarannya

    Berorientasi pada proses ‎dan target kurikulum
    Berorientasi pada output kompetensi ‎siswa


Kelebihan KTSP
‎1.‎    Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan ‎pendidikan. salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu ‎adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat ‎kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan ‎lokal.‎
‎2.‎    Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk ‎meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program ‎pendidikan.‎
‎3.‎    KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk memusatkan dan ‎mengembangkan mata pelajaran. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata ‎pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh ‎daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa ‎inggris, sebagai keterampilan hidup.‎
‎4.‎    KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena ‎menurut ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan ‎jiwa anak.‎
‎5.‎    Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.‎
‎6.‎    Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, ‎kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan ‎pekerjaan masyarakat sekitar.‎
‎7.‎    Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik ‎kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks sosial budaya.‎
‎8.‎    Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan ‎tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama ‎menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.‎
‎9.‎    Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menyususun dan ‎mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan ‎potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan ‎masyarakat sekitar sekolah.‎
‎10.‎    Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan ‎pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.‎
‎11.‎    Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, ‎masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.‎
‎12.‎    Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.‎
‎13.‎    Menggunakan berbagai sumber belajar.‎
‎14.‎    kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan

Kekurangan KTSP
‎1.‎    Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada ‎kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan ‎sekolah.‎
‎2.‎    Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai ‎kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.‎
‎3.‎    Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik ‎kosepnya, penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan

Referensi:‎
http://hipni.blogspot.com/2011/09/pengertian-ktsp.html
http://civicsedu.blogspot.com/2012/06/perbedaan-kurikulum-lama-dengan-‎ktsp.html
http://duniasastradanbahasa.blogspot.com/2011/03/kelebihan-dan-‎kekurangan-ktsp-kurikulum.html
http://www.slideshare.net/darono/ktsp-standar-isi

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)


Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki ‎oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar ‎kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi ‎menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan ‎suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan ‎kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan ‎modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada ‎kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis ‎kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat ‎global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem ‎penilaian berbasiskan kompetensi. ‎
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran, ‎dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi. ‎Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa atau mahasiswa melalui proses ‎pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip ‎pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, ‎dan sumber atau bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa atau ‎mahasiswa dapat dilihat pada kemampuan siswa atau mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-‎tugas yang harus dikuasai sesuai dengan standar prosedur tertentu.‎
Dapat didefinisikan bahwa Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum ‎yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi ‎oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang ‎muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum ‎berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, ‎kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta ‎jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi ‎bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun ‎dunia ilmu. ‎
Di era otonomi seperti sekarang ini kurikulum pendidikan yang belaku secara nasional ‎bukanlah suatu "harga mati" yang harus diterima dan dilaksanakan apa adanya, melainkan ‎masih dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan, sepanjang tidak ‎menyimpang dari pokok-pokok yang telah digariskan secara nasional. Dalam hal ini guru atau ‎dosen adalah pengembang kurikulum yang berada dalam kedudukan yang menentukan dan ‎strategis. Jika kurikulum diibaratkan sebagai rambu-rambu lalu lintas, maka guru adalah ‎pejalan kakinya. ‎
Dengan asumsi bahwa gurulah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan ‎peserta didik, perbedaan perorangan (individual) siswa, daya serap, suasana dalam kegiatan ‎pembelajaran, serta sarana dan sumber yang tersedia, maka guru berwenang untuk ‎menjabarkan dan mengembangkan kurikulum ke dalam silabus pengembangan kurikulum. ‎Silabus ini hendaknya mendasarkan pada beberapa hal, di antaranya: isi (konten), konsep, ‎kecakapan atau keterampilan, masalah, serta minat siswa atau mahasiswa. ‎
Sesuai dengan jiwa otonomi dalam bidang pendidikan seperti pada Peraturan ‎Pemerintah No. 25 tahun 2000, bidang pendidikan dan kebudayaan, pemerintah memiliki ‎wewenang menetapkan: (1) standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan ‎kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman ‎pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok. ‎
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang ‎dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian ‎tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu ‎kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun ‎standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen: (1) ‎standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. ‎
Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap, ‎dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. ‎Cakupan standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar penampilan ‎‎(performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, ‎adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat ‎diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi ‎pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, ‎keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator ‎pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat ‎dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar. ‎
Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri paradigmanya adalah berbasis ‎kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Silabus ‎merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, ‎sedangkan sistem penilaian mencakup jenis tagihan, bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. ‎jenis tagihan adalah berbagai tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus ‎dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk instrumen terkait dengan jawaban yang harus ‎dilakukan oleh siswa, seperti bentuk pilihan ganda atau soal uraian. ‎
Pengembangan kurikulum 2004 harus berkaitan dengan tuntutan standar ‎kompetensi, organisasi pengalaman belajar, dan aktivitas untuk mengembangkan dan ‎menguasai kompetensi seefektif mungkin. Proses pengembangan kurikulum berbasis ‎kompetensi juga menggunakan asumsi bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki ‎pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi ‎tertentu. Oleh karenanya pengembangan Kurikulum 2004 perlu memperhatikan prinsip-‎prinsip berikut: ‎
‎1.‎    Berorientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)‎
‎2.‎    Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
‎3.‎    Bertolak dari Kompetensi Tamatan/ Lulusan
‎4.‎    Memperhatikan prinsip pengembangan kurikulum yang berdfferensiasi
‎5.‎    Mengembangkan aspek belajar secara utuh dan menyeluruh (holistik), serta menerapkan ‎prinsip ketuntasan belajar (mastery learning).‎
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum ‎dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ‎ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara ‎materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada ‎cara para murid belajar di kelas.‎
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. ‎Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu ‎pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari ‎guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan ‎untuk menerapkan IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski ‎sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai ‎fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam ‎kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada ‎nilainya.‎

KURIKULUM 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran ‎menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar ‎mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini ‎terjadi karena berkesesuaian suasana pendidikan di LPTK (Lembaga ‎Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang ‎proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic ‎Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di ‎sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan ‎cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran ‎pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup ‎banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan ‎dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang ‎Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian ‎waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem ‎caturwulan.Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu ‎tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa ‎untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.Terdapat ciri-ciri ‎yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai ‎berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan ‎Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup ‎padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)‎

Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem ‎kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat ‎kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan ‎pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan ‎masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih ‎dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik ‎secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat ‎memberikan bentuk soal yang mengarah kepadajawabankonvergen, ‎divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan ‎penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya ‎disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan ‎berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara ‎pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran ‎yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan ‎masalah.‎

Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ‎ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang  ‎komplek.Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu ‎dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya ‎kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat ‎dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content ‎oriented), di antaranya sebagai berikut.Beban belajar siswa terlalu berat ‎karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap ‎mata pelajaran.‎

Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan ‎tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang ‎terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. Permasalahan di atas terasa ‎saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum  1994. Hal ini mendorong para ‎pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu ‎upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum ‎‎1994.Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan ‎prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu Penyempurnaan kurikulum secara ‎terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan ‎perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan ‎masyarakat.‎

Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang ‎tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, ‎dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya. Penyempurnaan ‎kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi ‎pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.‎

Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, ‎seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana ‎termasuk buku pelajaran.Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit ‎guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku ‎pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. ‎Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah ‎dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan ‎penyempurnaan jangka panjang.‎

KURIKULUM 1984 (CBSA)



Pengertian Kurikulum
Kurikulum dalam arti sempit adalah: “Sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata ‎kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat“. ‎Sedangkan menurut Oemar Hamalik, “Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ‎ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah”.‎
Dalam pendidikan formal kurikulum merupakan salah satu aspek yang penting dalam ‎pengajaran, karena pengajaran berpangkal padanya. Dalam kurikulum terangkum pula ‎pengajaran yang menentukan kemana dan bagaimana seorang anak didik diarahkan dalam ‎perkembangan segenap potensinya. Kurikulum selalu menyangkut persoalan mengenai apa ‎yang hendak diajarkan dan mengapa hal itu diajarkan, karena itu kurikulum tidak terlepas dari ‎pengajaran.‎
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi ‎kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang ‎No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: ‎‎“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan ‎pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran ‎untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan ‎bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara ‎Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan : ‎
a. Peningkatan iman dan takwa; ‎
b. Peningkatan akhlak mulia; ‎
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; ‎
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan; ‎
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional; ‎
f. Tuntutan dunia kerja; ‎
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; ‎
h. Agama; ‎
i. Dinamika perkembangan global; dan ‎
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan ‎
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik ‎yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan ‎agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum ‎haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini ‎dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap ‎jenjang pendidikan.‎
Kurikulum 1984 ‎
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah ‎sebagai berikut :‎
‎1)‎    Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum ‎pendidikan dasar dan menengah.‎
‎2)‎    Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan ‎kemampuan anak didik.‎
‎3)‎    Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.‎
‎4)‎    Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.‎
‎5)‎    Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan ‎yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas ‎termasuk Pendidikan Luar Sekolah.‎
‎6)‎    Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan ‎perkembangan lapangan kerja.‎
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau ‎tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum ‎‎1975 dianggap tidak sesuai lagi. oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum ‎‎1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. ‎
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang ‎anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan ‎meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, ‎disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.‎
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan ‎proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 ‎yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati ‎sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara ‎Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).‎
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. ‎Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP ‎Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta, periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok ‎secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak ‎deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang ‎mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa ‎berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tidak lagi mengajar ‎model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.‎
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum tahun ‎‎1984 terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu banyak ‎jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia. ‎
Keuntungan kurikulum 1984‎
a)‎    Murid tidak terbebani oleh materi pelajaran.‎
b)‎    Siswa aktif, kreatif, inovatif, dan dapat memecahkan masalah.‎
c)‎    Sosialisasi siswa terhadap lingkungan disekitarnya sangat bagus.‎
Kerugian kurikulum 1984‎
a)‎    Memerlukan fasilitas yang lebih lengkap, untuk menunjang kreatifitas anak.‎
b)‎    ‎ Hanya efektif pada kelas kecil (kelas dengan jumlah siswa ± max 30 siswa).‎

Sumber :‎
http://wwwmykurikulum.blogspot.com/.‎
http://wintervina.blogspot.com/2012/03/analisis-kurikulum-tahun-1984-1994-2004.html. ‎‎18/03/2013.‎

KURIKULUM 1975‎


Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang ‎melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by ‎objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD ‎Depdiknas.‎
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem ‎Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap ‎satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional ‎khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. ‎Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai ‎dari setiap kegiatan pembelajaran.‎
Kurikulum 1975 disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional ‎dilaksanakan bertahap mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi sekolah-‎sekolah yang menurut penilaian kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan ‎melaksanakannya mulai tahun 1975. ‎
•    Ciri-ciri Khusus Kurikulum 1975:‎
Kurikulum 1975 memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:‎
‎1). Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Setiap guru harus mengetahui ‎dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan ‎belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.‎
‎2). Menganut pendekatan yang integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran ‎memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir.‎
‎3). Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulu 1975 bukan hanya dibebankan kepada bidang ‎pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya, melainkan juga kepada bidang ‎pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama.‎
‎4). Kurikulum 1975 menekankan pada efisiensi dan efektivitas pengguna dana, daya dan ‎waktu yang tersedia. ‎
‎5). Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang ‎dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).‎
‎6). Organisasi pelajaran meliputi bidang-bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu ‎pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan , disamping Pendidikan ‎Moral Pancasila dan integrasi pelajaran-pelajaran yang sekelompok.‎
‎7). Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu ‎sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat ‎pembelajaran, alat evaluasi, dan metode pembelajaran.‎
‎8). Sistem Evaluasi, diakukan penialain murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran ‎terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang dicapai murid-murid pada setiap akhir satuan ‎pembelajaran.‎
•    Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum 1975‎
Dalam menyusun dan membakukan kurikulum tersebut digunakan beberapa prinsip yang ‎memungkinkan sistem pendidikan pada setiap program (SD, SMP, dan SMA) benar-benar ‎lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya, yaitu:‎
‎1). Fleksibilitas program. Penyelenggaraan pendidikan keterampilan pada setiap program ‎harus mengingat faktor-faktor ekosistem dan kemampuan pemerintah, masyarakat, serta orang ‎tua untuk menyediakan dana bagi kelangsungan bidang studi tersebut.‎
‎2). Efisiensi dan efektivitas. Efisiensi di sini adalah efisiensi waktu, pendayagunaan dana, dan ‎tenaga secara optimal.‎
‎3). Berorientasi pada tujuan. kurikulum 1975 mempunyai empat macam tujuan, yaitu:‎
a.‎    Tujuan umum yaitu tujuan pendidikan nasional.‎
b.‎    Tujuan institusional yaitu tujuan untuk setiap lembaga tingkatan pendidikan, seperti ‎tujuan SD, SMP, dan SMA.‎
c.‎    Tujuan kurikuler yaitu tujuan untuk setiap bidang studi.‎
d.‎    Tujuan instruksional yaitu tujuan setiap pokok bahasan.‎
‎4). Kontinuitas. Sekolah dasar dan sekolah menengah (pertama, atas) adalah sekolah-sekolah ‎umum yang masing-masing fungsinya dinyatakan dalam tujuan institusional. Namun, ‎kurikulum satu jenjang pendidikan dengan yang di atasnya berhubungan secara hirearkis. ‎Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum ketiga jenjang sekolah tersebut hendaknya selalu ‎dihubungkan secara hirearkis dan fungsional.‎
‎5). Pendidikan seumur hidup. Pendidikan yang diterima anak di sekolah memberikan dasar ‎atau bekal untuk belajar seumur hidup, sehingga memungkinkan seseorang meningkatkan ‎pengetahuan, keterampilan serta mengembangkan potensi-potensi sesuai dengan kebutuhan ‎kehidupannya.‎
•    Kelebihan kurikulum 1975‎
‎1). Berorientasi pada tujuan.‎
‎2) .Mengarah pembentukan tingkah laku siswa.‎
‎3). Relevans dengan kebutuhan masyarakat.‎
‎4). Menggunakan pendekatan psikolog.‎
‎5). Menekankan efektivitas dan efisiensi.‎
‎6). Menekankan fleksibilitas yaitu mempertimbangkan faktor- faktor ekosistem dan ‎kemampuan penyediaan fasilitas yang menunjang terlaksananya program.‎
‎7). Prinsip berkesinambungan.‎
•    Kelemahan kurikulum 1975‎
‎1). Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan ‎kemampuan anak didik
‎2). Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah. ‎
‎3). Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.‎
‎4).Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.‎
‎5). Pada kurikulum ini  menekankan pada pencapaian tujuan pendidikan secara sentralistik, ‎sehingga kurang memberi peluang untuk berkembangnya potensi daerah.‎
‎6). Kurikulum ini berorientasi pada guru hal ini membentuk persepsi bahwa guru yang ‎mendominasi proses pembelajaran, metode-metode ceramah dan metode dikte menonjol ‎digunakan oleh para guru
‎7). Kreativitas murid kurang berkembang karena didukung oleh konsep kurikulum yang ‎menempatkan guru sebagai subjek dalam melakukan pembelajaran di kelas.‎

KURIKULUM 1968


Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan  dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya ‎perubahan struktur kurikulum dari pendidikan pancawardhana menjadi pembina jiwa ‎pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat ‎politis, karena mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde ‎Lama, dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati. ‎Dasar kurikulum 1968 adalah TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1996 tentang agama, ‎pendidikan, dan kebudayaan. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan ‎orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan ‎pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk ‎membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan ‎keterampilan jasmani ,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan ‎pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, serta mengembangkan fisik yang ‎sehat dan kuat.‎
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi pelajaran ‎dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda yang dilakukan secara korelasional ‎‎(correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata ‎pelajaran yang lain walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Mata ‎pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Muatan materi masing-masing mata pelajaran ‎masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. ‎Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang ‎pendidikan. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsur ‎mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu ‎pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.‎
A.‎    Ciri-ciri kurikulum 1968 :‎
‎1.‎    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Mashuri, SH (1968 – 1973).‎
‎2.‎    Sifat kurikulum correlated subject.‎
‎3.‎    Jumlah mata pelajaran SD 10 bidang studi, SMP 18 bidang studi (Bahasa Indonesia ‎dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A 18 bidang studi.‎
‎4.‎    Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II dan disederhanakan menjadi dua jurusan, ‎yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).‎
B.‎    Kelebihan kurikulum 1968:‎
‎1.‎    Pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta ‎mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.‎
C.‎    Kekurangan kurikulum 1968:‎
‎1.‎    Hanya memuat mata pelajaran pokok saja.‎
‎2.‎    Muatan materi pelajaran bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata ‎dalam lingkungan sekitar.‎

Sumber:‎
http://alimzebua.wordpress.com/2011/09/14/tingkatan-dalam-pengembangan-‎kurikulum-dari-1968-1975-1984-kbk-sampai-dengan-ktsp/‎
http://catatantami.blogspot.com/2012/04/kurikulum-di-indonesia.html
http://kupatkepot.blogspot.com/‎
http://meylanarzhanty.blogspot.com/2012/01/analisis-kurikulum-di-indonesia.html

KURIKULUM 1952‎

Lahirnya kurikulum 1952 tidak terlepas dari sejarah kelahiran Kurikulum 1947. Bahkan ‎dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1952 adalah pembaharuan dari Kurikulum 1947. Dikatakan ‎demikian karena saat kurikulum 1947 berlaku belum ada undang-undang pendidikan yang ‎berlaku sebagai landasan operasionalnya. Hal ini terjadi sampai tahun 1949. Baru setelah tahun ‎‎1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dapat ‎dirampungkan. Selanjutnya undang-undang itu disahkan pada tahun 1954 sebagai UU No. 12 ‎Tahun 1954. Dari situlah dikenal undang-undang pendidikan yang pertama kali, yaitu No. 4 ‎Tahun 1950 jo. No. 12 Tahun 1954. Namun undang-undang itu tidak memberlakukan ‎pelaksanaan Kurikulum 1947.Dengan kata lain, kurikulum 1952 merupakan kurikulum pertama ‎yang memiliki dasar hukum operasional.‎
Landasan yuridis kurikulum 1952 tidak berbeda jauh dari kurikulum 1947. Landasan ‎idiilnya adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sedangkan landasan ‎konstitusionalnya adalah UUD 1945. Sedangkan landasan operasional kurikulum 1952 adalah ‎UU No. 4 Tahun 1950. Undang-undang itu telah dirancang sebelum tahun 1950. Rancangan ‎undang-undang itu yang awalnya dibahas oleh BPKNIP tahun 1948 tidak dapat dilakukan ‎karena terjadinya clash II. Baru pada tanggal 29 Oktober 1949, RUU itu diterima oleh BPKNIP ‎dan disahkan oleh pemerintah RI pada tanggal 2 April 1950.‎
Isi kurikulum 1952 merupakan penjabaran arah dan tujuan pedidikan sekolah menengah ‎dan tujuan kurikulum. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tujuan pendidikan sekolah ‎menengah dan tujuan kurikulum diarahkan pada penyiapan pelajar ke pendidikan tinggi serta ‎mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-‎masing dan kebutuhan masyarakat.‎
Hal itu didasarkan pada kesadaran akan corak pendidikan masa lampau. Penjelasan itu ‎dapat diperoleh pada penjelasan UU Nomor 4 Tahun 1950 Bab V pasal 7 ayat 3. Dalam undang-‎undang itu dinyatakan bahwa pada masa lampau pendidikan menengah dibedakan menjadi dua, ‎yaitu pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah umum. Sekolah menengah ‎umum mementingkan pelajaran-pelajaran bagi perguruan tinggi, dan sekolah menengah kejuruan ‎mendidik tenaga-renaga dalam bermacam-macam pekerjaan kepandaian dan keahlian. Akibatnya ‎adalah sebagian besar dari siswa memilih pendidikan menengah umum, dengan maksud supaya ‎dapat meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi. Sementara itu, sekolah.sekolah ‎kejuruan kurang mendapat minat. Merespon minat siswa yang rendah dalam melanjutkan ke ‎sekolah kejuruan, pemerintah melakukan beberapa upaya. Sistem pendidikan harus ‎mengutamakan pendidikan orang-orang yang dapat bekerja. Baik sekolah menengah umum ‎maupun sekolah menengah kejuruan, kedua-duanya bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga ahli ‎yang dapat menunaikan kewajibannya kepada negara. Dengan dasar itu isi kurikulum 1950 pun ‎menyesuaikan. Hasilnya kurikulum 1950 terbagi atas enam kelompok pengetahuan, yaitu ‎kelompok bahasa, kelompok ilmu pasti, kelompok pengetahuan alam, kelompok pengetahuan ‎sosial, kelompok ekonomi, dan kelompok ekspresi. Selain itu sebagai wujud penyiapan tenaga ‎terampil dan terdidik pada kelas tiga diadakan penjurusan, yaitu dua jurusan, A bagi Bahasa dan ‎pengetahuan sosial dan B untuk Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam.‎
Kurikulum ini lebih merinci pada setiap mata pelajaran sehingga disebut rencana pelajaran ‎terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata ‎pelajaran,  Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau ‎Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral ‎‎(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: Moral, ‎Kecerdasan, Emosional/Artistik, Keprigelan (Keterampilan) dan Jasmaniah. Pendidikan dasar ‎lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Oleh karena itu kurikulum ‎‎1952 disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Tabel berikut ini menggambarkan rincian isi ‎kurikulum 1952 :‎
Struktur Kurikulum SMP 1952‎

No    Mata Pelajaran    Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
        I    II    III A    III B
I    Kelompok Bahasa               
    ‎1.      Bahasa Indonesa    ‎5‎    ‎5‎    ‎6‎    ‎5‎
    ‎2.      Bahasa Inggris    ‎4‎    ‎4‎    ‎4‎    ‎4‎
    ‎3.      Bahasa Daerah    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎1‎
    Sub Jumlah    ‎11‎    ‎11‎    ‎12‎    ‎10‎
II    Kelompok Ilmu Pasti               
    ‎1.      Berhitung dan Aljabar    ‎4‎    ‎3‎    ‎2‎    ‎4‎
    ‎2.      Ilmu Ukur    ‎4‎    ‎3‎    ‎-‎    ‎4‎
    Sub Jumlah    ‎8‎    ‎6‎    ‎2‎    ‎8‎
III    Kelompok Penget. Alam               
    ‎1.      Ilmu Alam / Kimia    ‎2‎    ‎3‎    ‎2‎    ‎2‎
    ‎2.      Ilmu Hayat    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎
    Sub Jumlah    ‎4‎    ‎5‎    ‎4‎    ‎4‎
IV    Kelompok Penget. Sosial               
    ‎1.      Ilmu Bumi    ‎2‎    ‎2‎    ‎3‎    ‎3‎
    ‎2.      Sejarah ‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎
    Sub Jumlah    ‎4‎    ‎4‎    ‎5‎    ‎5‎
V    Kelompok Pel. Ekonomi               
    I.        Hitung Dagang    ‎-‎    ‎1‎    ‎2‎    ‎-‎
    II.      Pengetahuan Dagang    ‎-‎    ‎-‎    ‎2‎    ‎-‎
    Sub Jumlah    ‎-‎    ‎1‎    ‎4‎    ‎-‎
VI    Kelompok Pel. Ekspresi               
    ‎1.      Seni Suara    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎
    ‎2.      Menggambar    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎
    ‎3.      Pek. Tangan/Ker. Wanita    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎
    Sub Jumlah    ‎5‎    ‎5‎    ‎5‎    ‎5‎
VII    Pendidikan Jasmani    ‎3‎    ‎3‎    ‎3‎    ‎3‎
VIII    Budi Pekerti    ‎-‎    ‎-‎    ‎-‎    ‎-‎
IX    Agama    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎
Jumlah    ‎37‎    ‎37‎    ‎37‎    ‎37‎

Tujuan pendidikan nasional berdasarkan kurikulum 1952 adalah membentuk ‎manusia  yang susila dan cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung iawab akan ‎keseiahteraan masyarakat dan tanah air.  Dalam Droses pembelajaran, guru berperan sebagai ‎model yang menerapkan etika, moral, nilai-nilai, dan  aturan-aturan yang berlaku.  Kedisiplinan, ‎kerajinan, sopan-santun, dan jiwa nasionalisme ditanamkan melalui tingkah laku guru dan ‎penegakan peraturan sekolah yang tegas. Sayangnya proses belajar mengajar berpusat pada guru. ‎Siswa ditempatkan sebagai objek yang harus menerima informasi sebanyak-banyaknya dari guru. ‎Peran guru dalam kelas sangat dominan. Siswa bersifat pasif menerima informasi. Hal itu sebagai ‎dampak dari proses belajar yang mengutamakan materi dan penguasaan materi. Kurikulum ini ‎sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri ‎dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang ‎dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.‎

Sistem penilaian berdasarkan Kurikulum 1952 hampir sama dengan Kurikulum 1942, ‎yakni dilakukan melalui ulangan harian, ulangan umum catur wulan dan ujian penghabisan. ‎Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai dasar untuk menentukan apakah ‎seorang siswa naik atau tinggal kelas. Apabila seorang siswa belum mencapai minimal nilai 6 ‎dalam ulangan umum catur wulan, yang bersangkutan mengikuti ulangan perbaikan (her). Ujian ‎Penghabisan yang kemudian diubah namanya menjadi Ujian Negara pada sekitar tahun 1958, ‎digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dapat dinyatakan lulus jika memiliki ‎maksimal nilai 5 sebanyak 4 mata pelajaran atau equivalennya (nilai 4 ekuivalen dengan dua nilai ‎‎5, nilai 3 ekuivalen dengan 3 nilai 5).‎

Referensi:‎
http://kangdaengnaba.blogspot.com/2012/08/kurikulum-smp-1952.html‎
http://devita-rahmawati.blogspot.com/2011/05/kurikulum-pendidikan-indonesia.html
http://blog.tp.ac.id/pelaksanaan-kurikulum-pendidikan-di-indonesia

KURIKULUM SMP 1947‎

KURIKULUM SMP 1947‎

Lahirnya kurikulum SMP 1947 - yang pada saat  itu lebih dikenal dengan sebutan ‎Rentjana Peladjaran - tidak  terlepas dari perubahan situasi politik saat itu. Deklarasi ‎kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945  berdampak langsung pada dunia pendidikan. ‎Sistem pendidikan yang pada awalnya berbasis pada penjajah,  baik Belanda maupun Jepang,  ‎berubah menjadi sistem pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan Bangsa Indonesia. ‎Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang mendasar, yaitu ‎perubahan  yang menyangkut landasan idiil, tujuan pendidikan, sistem persekolahan,  dan ‎kesempatan betajar bagi rakyat Indonesia.‎
Untuk menuju kepada pembaharuan pendidikan, Badan Pekerja Komite Nasional ‎Indonesia Pusat (BPKNIP) sebagai badan vang bertanggungjawab atas pendidikan ‎mengusulkan sembilan butir pemikiran pendidikan kepada kementerian Pendidikan, ‎Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia pada tanggal 29 Desember 1945, sebagai berikut :‎
‎1.‎    Untuk menyusun masyarakat diperlukan adanya perubahan pendidikan dan ‎pengajaran. Paham perseorangan diganti dengan paham kesusilaan dan peri ‎kemanusiaan. Pendidikan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga ‎negara yang mempunyai tanggung jawab; ‎
‎2.‎    Pendirian semacam sekolah untuk segala lapisan, yang tidak memandang status sosial ‎dan jenis kelamin, sangat diperlukan guna memperkuat persatuan
‎3.‎    Metodik yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sekolah kerja agar ‎aktivitasnya kepada pekerjaan dapat berkembang. Selain itu diperlukan perguruan ‎yang diperuntukan bagi orang dewasa yang bertujuan memberantas buta huruf dan ‎seterusnya hingga bersifat Taman llmu Rakyat dengan tetap memperhadkan isi pada ‎butir 1. Di samping perguruan semacam itu, diperlukan juga perguruan pemimpin ‎masyarakat (semacam pusat pelatihan di setiap Departemen) untuk tiap-tiap lapangan ‎usaha yang penting. Pelaksanaan perguruan seperti itu hendaknya diadakan oleh ‎kantor pusat masing-masing.‎
‎4.‎    Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur dan seksama, hingga ‎cukup mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan ‎golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. ‎Tentang cara melakukan ini, sebaiknya Kementerian mengadakan perundingan dengan ‎Badan Pekerja. Selain itu Madrasah dan pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat ‎jelata hendaknya mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntutan dan ‎bantuan material dari pemerintah. ‎
‎5.‎    Pengajaran tinggi hendaknya seluas-luasnya dan jika perlu dengan menggunakan ‎bantuan bangsa asing sebagai guru besar. Selain itu diusahakan pula pengiriman pelajar ‎ke luar negeri untuk keperluan negara. ‎
‎6.‎    Kewajiban belajar dengan lambat laun dijalankan dengan ketentuan bahwa dalam ‎tempo yang sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun dapat berlaku. ‎
‎7.‎    Pengajaran dan ekonomi temtama pengajaran pertanian, industri, dan perikanan ‎hendaklah mendapat perhatian khusus. ‎
‎8.‎    Pengaiaran kesehatan dan olahraga hendaknya diatur sebaik-baiknya untuk ‎menciptakan kecerdasan rakyat yang seimbang. ‎
‎9.‎    Disekolah rendah tidak dipungut uang sekolah. Untuk Sekolah Menengah dan ‎Perguruan Tinggi hendaknya diadakan aturan pembayaran dan tunjangan yang luas ‎sehingga persoalan itu tidak menjadi penghalang bagi pelaiar-pelaiar yang kurang ‎mampu.‎

Istilah kurikulum saat itu disebut dengan Rentjana Peladjaran. Oleh karena itu ‎Rentjana Peladjaran 1947 disebut sebagai Kurikulum 1947. Kurikulum ini merupakan ‎kurikulum pertama yang diciptakan oleh bangsa Indonesia dengan dasar landasan hukum ‎yang berlaku di lndonesia. Pendidikan sebelumnya berdasarkan kepentingan penjajah. Dasar ‎dan tujuan pendidikan dirumuskan oleh penjaiah. Namun, mulai kurikulum 1947 dasar ‎hukumnya mengikuti dasar hukum yang berlaku di Indonesia sebagai negara yang merdeka.‎
Landasan idiil pendidikan di Indonesia yang dianut dalam kurikulum I947 adalah ‎Pancasila yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila tidak ‎hanya sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia, tetapi juga sebagai landasan idiil ‎pendidikan di Indonesia. Meskipun pada perkembangannya terjadi perubahan Undang-‎Undang Dasar, Pancasila tetap menjadi landasan idiil pendidikan Indonesia.‎
Landasan konstitusional pendidikan nasional yang juga sebagai dasar konstitusional ‎kurikulum 1947 adalah adalah UUD l945. Berlakunya UUD 1945 di negara Indonesia ‎meniadi acuan semua produk hukum yang ada pada saat itu, tak terkecuali semua peraturan ‎yang ada kaitannya dengan pendidikan.‎
Tetapi berlakunya kurikulum 1947 tidak diiringi landasan operasional yang berupa undang-‎undang pendidikan. Saat itu yang paling penting adalah mengubah landasan dasar ‎pendidikan. Jangan sampai landasan pendidikan di negara Indonesia yang sudah merdeka ‎masih menggunakan dasar pendidikan yang dirumuskan oleh penjajah. Namun pada saat itu ‎bukan berarti tidak ada usaha yang dilakukan oleh Panitia Penyelidik Pendidikan dan ‎pengajaran untuk membuat undang-undang pendidikan sebagai landasan operasional ‎pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hanya saja terkendala oleh faktor ‎politik. Saat itu belum sempat merumuskan undang-undang pendidikan, karena pada tanggal ‎‎1 Juli 1947 terjadi clash (Perang Kemerdekaan) pertama, karena Belanda bermaksud ‎menduduki kembali wilayah negara RI.‎
Sebagaimana dikemukakan pada baglan sebelumnya bahwa lahirnya kurikulum 1947 ‎tidak terlepas dari perang kemerdekaan. Kemerdekaan  yang diraih pada tahun 1945 menjadi ‎dasar untuk mengubah sistem pendidikan yang telah berlangsung selama itu, termasuk ‎kurikulumnya. Semua yang berkiblat pada penjajah diubah haluannya untuk berpusat pada ‎negara sendiri, Indonesia. Isi kurikulum yang berlaku pada saat Jepang menjajah tahun 1942 ‎diubah dan disesuaikan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan ‎kemerdekaan. Beberapa perubahan dilakukan, di antaranya bahasa Inggns menjadi pelajaran ‎wajib, bahasa daerah mulai diajarkan, bahasa Belanda dan Jepang dihapus,  pendidikan agama  ‎yang sebelumnya tidak ada dimunculkan sebagai konsekuensi bertakwa   kepada Tuhan Yang ‎Maha Esa, isi materi mata pelajaran ilmu bumi, sejarah berpusat pada negara Indonesia.‎
Berikut ini isi kurikulum yang dimaksud :‎
‎1.‎    Bahasa Indonesia
‎2.‎    Bahasa Daerah
‎3.‎    Bahasa Inggris
‎4.‎    Berhitung
‎5.‎    Ilmu Ukur
‎6.‎    Ilmu Alam
‎7.‎    Ilmu Hayat
‎8.‎    IImu Bumi
‎9.‎    Sejarah Taranegara
‎10.‎    Pengetahuan Dagang
‎11.‎    Seni Suara
‎12.‎    Menggambar
‎13.‎    Pekerjaan Tangan
‎14.‎    Pendidikan Jasmani
‎15.‎    Budi Pekerti
‎16.‎    Agama
Struktur kurikulum SMP tahun 1947 berbeda dibandingkan dengan strukrur kurikulum ‎SMP yang berlaku pada zaman Jepang tahun 1942. Perubahan yang terjadi adalah sekolah ‎menengah hasil ciptaan Jepang diubah menjadi SMP dengan masa studi tiga tahun. Mereka ‎yang telah menempuh 3 tahun dan lulus berhak melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. ‎Perubahan kedua adalah pada kelas 3 diadakan deferensiasi lagi menjadi dua jurusan, yaitu ‎bagian A bagi jurusan Bahasa dan Pengetahuan Sosial, dan bagian B untuk jurusan Ilmu Pasti ‎dan Pengetahuan Alam. Berikut ini adalah struktur kurikulum SMP 1947 yang disebut ‎sebagai Rencana Pelajaran 1947.‎

Tabel 1. Struktur Kurikulum SMP 1947‎


No    Mata Pelajaran    Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
        I    II    III A    III B
‎1‎    Bahasa Indonesa    ‎6‎    ‎6‎    ‎6‎    ‎5‎
‎2‎    Bahasa Daerah    ‎2‎    ‎2‎    ‎3‎    ‎2‎
‎3‎    Bahasa Inggris    ‎3‎    ‎3‎    ‎4‎    ‎3‎
‎4‎    Berhitung    ‎4‎    ‎4‎    ‎2‎    ‎4‎
‎5‎    Ilmu Ukur    ‎3‎    ‎3‎    ‎-‎    ‎3‎
‎6‎    Ilmu Alam    ‎2‎    ‎3‎    ‎2‎    ‎5‎
‎7‎    Ilmu Hayat    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎
‎8‎    Ilmu Bumi    ‎2‎    ‎2‎    ‎3‎    ‎2‎
‎9‎    Sejarah Tatanegara    ‎2‎    ‎2‎    ‎3‎    ‎2‎
‎10‎    Pengetahuan Dagang    ‎-‎    ‎1‎    ‎2‎    ‎-‎
‎11‎    Seni Suara    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎
‎12‎    Menggambar    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎
‎13‎    Pekerjaan Tangan    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎    ‎1‎
‎14‎    Pendidikan Jasmani    ‎3‎    ‎3‎    ‎3‎    ‎3‎
‎15‎    Budi Pekerti    ‎-‎    ‎-‎    ‎-‎    ‎-‎
‎16‎    Agama    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎    ‎2‎
Jumlah    ‎34‎    ‎36‎    ‎35‎    ‎37‎

Proses pembelajaran yang dilakukan saat itu lebih ditekankan pada pemahaman materi ‎yang berpusat pada wilayah Indonesia. Materi-materi pelajaran yang sebelumnya berkiblat ‎pada penjajah diubah menjadi berpusat pada Indonesia. Proses belajar mengajar sebagai ‎pelaksanaan kurikulum tahun 1947 mengacu pada usaha terwujudnya tujuan pendidikan ‎nasional, yaitu pembentukan warga negara yang sejati yang sanggup menyumbangkan tenaga ‎dan pikiran untuk negara dan bangsa Indonesia.  Untuk itu kegiatan belajar mengajar ‎mengacu pada uasaha pembentukan warga negara yang sejati.  Oleh karena itu kegiatan ‎belaiar mengajar memperhatikan prinsip-prinsip yang mengarah pada tuiuan yang dimaksud. ‎Prinsip-prinsip proses belalar yang menjadi acuan adalah :‎
‎1.‎    Dapat meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang MahaEsa;‎
‎2.‎    Dapat menimbulkan perasaan cinta kepada alam;‎
‎3.‎    Membangkitkan nasionalisme; ‎
‎4.‎    Memupuk perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak;‎
‎5.‎    Membangkitkan perasaan cinta kepada Bangsa dan Kebudayaan Nasional;‎
‎6.‎    Menimbulkan kesadaran akan kewajiban dan peran serta warga negara dalam ‎memajukan negara;‎
‎7.‎    Menimbulkan kesadaran warga negara untuk tunduk pada hukum yang berlaku;‎
‎8.‎    Membarrgkitkan keyakinan dan kesadaran bahwa pada dasamya manusia itu sama ‎harganya, sebab itu hubungan sesama anggota masyarakat harus bersifat hormat-‎menghormati, berdasarkan atas rasa keadilan, dengan berpegang reguh atas harga diri ‎sendiri; dan
‎9.‎    Membangkitkan kesadaran bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin ‎bekerja, tahu pada kewajibannya, dalam pikiran dan tindakannya.‎

Penilaian hasil belajar siswa dilakukan beberapa kali melalui ulangan harian, ulangan ‎catur wulan, dan Ujian Penghabisan. Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan ‎dilakukan oreh guru dan dijadikan sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam rapor dan ‎penentuan kenaikan kelas, sedangkan Ujian Penghabisan dikoordinasikan oleh rayon ‎‎(karesidenan) untuk menentukan kelulusan siswa. Bentuk soal yang digunakan adalah soal ‎uraian (esai). Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai dasar untuk ‎menentukan apakah seorang siswa naik atau tinggal kelas. Apabila seorang siswa belum ‎mencapai minimal nilai 6 dalam ulangan catur wulan, yang bersangkutan mengikut, ulangan ‎perbaikan  (her).‎
Ujian penghabisan digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dapat ‎dinyatakan lulus  jika memperoleh nilai rata-rata 6 untuk semua mata pelajaran, diperkenankan ‎maksimal ada nilai 5 (nilai kurang) sebanyak 4 mata pelajaran atau ekuivalennya (nilai 4 ‎ekuivalen dengan dua nilai 5). Tidak boleh ada nilai lebih kecil dari pada 4 (nilai 3 disebut ‎angka mati). Ujian penghabisan diselenggarakan oleh rayon dengan soal yang dibuat oleh ‎Pusat (Inspeksi pusat SMP, Jawatan Pengajaran, Kementrian Pengajaran dan Kebudayaan).‎

Referensi :‎
Depdiknas. 2010. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP. Jakarta : Depdiknas

KURIKULUM 2013

A - Kurikulum 2013 yang akan diberlakukan mulai bulan Juli mendatang diyakini berdampak ‎kepada rendahnya mutu guru yang tidak siap mengimplementasikan.

‎"Di lapangan, kami mendapati fakta bahwa guru belum mengerti dan memahami Kurikulum ‎‎2013, sedangkan waktu untuk rencana implementasi sangat pendek," kata pemerhati ‎pendidikan Komunitas Katolik dan Protestan Peduli Pendidikan Indonesia (K2P3I), Romo ‎Benny Susetyo, dalam jumpa pers di kantor Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Cikini ‎Jakarta Pusat, tadi malam.‎

Menurutnya, rentang waktu dua bulan dari sekarang tidak realistis untuk melaksanakan ‎kurikulum baru yang isinya berubah total dari kurikulum yang sedang berjalan saat ini.

Selain itu, lanjut Romo Benny, Kurikulum 2013 yang tergesa-gesa tanpa persiapan dan ‎sosialisasi matang juga akan mengorbankan anak didik. Pasalnya, kebijakan pemerintah ini ‎tidak memahami esensi bahwa pendidikan adalah proses menjadi manusia yang cerdas, ‎rasional dan dewasa.

‎"Materi-materi dalam Kurikulum 2013 mereduksi akal sehat ke dalam ketaatan yang buta. ‎Kami memandang perlunya direvisi ulang materi-materi itu yang bertolak belakang satu sama ‎lain dengan logika akal sehat," jelasnya.

Romo Benny menambahkan, dampak implementasi Kurikulum 2013 adalah adanya kebijakan ‎menghapus beberapa mata pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMKK yang dapat ‎mengakibatkan para guru kehilangan pekerjaan, kesempatan berkarir, kesempatan ‎mengembangkan pengatahuan, dan kehilangan tunjangan profesi pendidikan.

‎"Tidak masuk akal kalau mereka diharuskan mengajar mata pelajaran yang bukan bidang ‎keahliannya. Hal ini menyebabkan peserta didik menjadi korban. Pertimbangan pemerintah ‎yang memberi jaminan para guru tidak kehilangan pekerjaan, menurut kami adalah cara ‎berpikir yang menyederhanakan persoalan karena mengabaikan fakta adanya spesialisasi dari ‎guru untuk mengampu mata pelajaran tertentu," beber Romo Benny.

Selanjutnya dikatakan, pemerintah dan DPR didesak menunda pelaksanaan Kurikulum 2013. ‎Sebab proses pembuatan kurikulum tanpa perencanaan yang matang dan studi evaluasi ‎terhadap efektifitas atau kegagalan kurikulum sebelumnya.

Demikian disampaikan pemerhati pendidikan dari Komunitas Katolik dan Protestan Peduli ‎Pendidikan Indonesia (K2P3I), Jeirry Sumampow, dalam jumpa pers di acara yang sama, tadi ‎malam.

Menurutnya, untuk mengubah sebuah kurikulum perlu didahului dengan penelitian dan studi ‎yang komperehensif, bukan asumsi dan opini dari segelintir orang yang berkuasa.

Jeirry menambahkan, sebenarnya, konsep Kurikulum 2013 yang akan diberlakukan pada Juli ‎mendatang mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Termasuk semua guru besar di ‎Indonesia. Penolakan ini disuarakan dengan berbagai alasan, seperti filosofi pendidikan, ‎materi kurikulum, teknis implementasi di lapangan sampai sempitnya waktu untuk penerapan.

K2P3I menganggap Kurikulum 2013 dibuat tergesa-gesa, tanpa evaluasi, penelitian dan uji ‎coba. Kurikulum diyakini tidak mencerdaskan bangsa karena banyak mata pelajaran yang ‎dilebur menjadi satu.

‎"Cara berpikir ini membuat pendidikan kita tidak maju karena selalu dipasung oleh kekuasaan. ‎Kami minta pengambil kebijakan secara bijaksana merenungkan kembali hakikat Kurikulum ‎‎2013. Apakah didasari oleh motif kekuasaan atau proses pencerdasan bangsa," jelas Jeirry.‎

ISLAM DAN BUDAYA JAWA

I.‎    PENDAHULUAN
Jawa merupakan sebuah pulau dan suku yang terdapat di Indonesia, yang ‎meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan lain-lain dan setiap daerah ‎mempunyai karakter budaya yang berbeda-beda. Masyarakat Jawa dipercaya memiliki ‎kebudayaan khas dan berhubungan masyarakat Jawa menunjuk pada orang-orang yang ‎mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang-orang yang menjujung tinggi sifat-sifat ‎luhur dan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Jawa. Dalam konteks Indonesia ‎kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang berpengaruh penting ‎karena memiliki arti yang penting bagi masyarakat Jawa karena mayoritas masyarakat ‎Jawa memeluk agama Islam dengan demikian hubungan nilai-nilai Islam dengan ‎kebudayaan Jawa menjadi menarik karena keberadaan Islam.‎
Proses Islamisasi di Jawa yang dimotori oleh kaum sufi, telah membawa ‎perubahan-perubahan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. Salah satu ‎karakteristik orang Jawa adalah kebiasaan hidup dalam suasana mistis, mistik sebagai ‎sikap hidup, pola piker dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Al-Payami, ‎‎1992:113). Dengan demikian kedatangan agama Islam yang membawa ajaran esoteric, ‎mengajarkan mistik, tidak membuat masyarakat Jawa kaget dan gumun. Di sini terjadi ‎pergumulan mistik Islam dengan mistik Jawa. Pada dasarnya bertemunya dua ajaran ‎yang memiliki dasar dan ajaran berbeda. Bertemu dalam satu medium, terjadi proses ‎saling mempengaruhi satu sama lain, yang akhirnya sama-sama menjadi sikap dan ‎falsafah hidup.‎ ‎  ‎
II.‎    RUMUSAN MASALAH
A.‎    Pengertian Islam, Kebudayaan Jawa ‎
B.‎    Ciri-ciri Orang Jawa
C.‎    Tujuan Mempelajari IBJ

III.‎    PEMBAHASAN
A.‎    Pengertian Islam dan Kebudayaan Jawa ‎
‎1.‎    Pengertian Islam
Islam Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal ‎dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk Aslama-‎Yuslimu-Islaman yang artinya pasrah, tunduk. Dari kata aslama itulah ‎terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam ‎berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya .‎ ‎ ‎Rasulullah SAW banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, ‎misalnya: taslimu qalbi (penyerahan hati), salamatunnas minal lisan wal yad ‎‎(tidak menyakiti oranglain dengan lisan dan tangan). Semua perkara ini disebut ‎Rasulullah sebagai Islam, mengandung arti penyerahan diri, ketundukan dan ‎kepatuhan yang nyata ‎. Dalam sebuah riwayat disebutkan tentang Islam, ‎sebagaimana berikut:‎
الإسلامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ وَ تُقِيْمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوْضَةَ وَ تَصُوْمَ ‏رَمَضَانَ وَ تُحِجَّ الْبَيْتَ ‏
Artinya: “Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik ‎kepada-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, ‎puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah” (HR. Bukhari, Kitab Al-‎Iman, Bab Su’alu Jibril ‘an Nabi SAW ‘anil Iman wa Islam wa ‎Ikhsan, no.50).‎

Harun Nasution dalam bukunya Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya ‎menyebutkan, Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan ‎kepada ummat manusia melalui Nabi Muhammad SAW.‎ ‎ Dalam KBBI ‎disebutkan bahwa Islam adalah agama yg diajarkan oleh Nabi Muhammad ‎SAW. berpedoman pada kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui ‎wahyu Allah SWT ‎.‎
Islam lahir di Makkah, ajaran Islam dibawa oleh Nabi Muhammad ‎SAW sebagai Rasul (utusan) Tuhan untuk membimbing manusia ke jalan yang ‎benar. Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang ajarannya berisi perintah, ‎larangan dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di ‎akhirat. ‎
Setelah dipimpin oleh Nabi langsung dan di teruskan oleh sahabat-‎sahabatnya yang di juluki Khulafaur-Rasyidin, Islam mulai berkembang pesat ‎akibat ekspansi yang dilakukan oleh daulah Islam setelahnya, seperti Bani ‎Abbasiyah dan Umayyah. Ajaran Islam kemudian menyebar ke daerah–daerah ‎luar jazirah Arab. Maka segera bertemu dengan berbagai peradaban dan ‎budaya lokal yang sudah mengakar selama berabad–abad. Negeri-negeri yang ‎sudah di datangi Islam seperti Mesir, Siria dan Negara Jazirah yang lain sudah ‎lama mengenal filsafat Yunani, ajaran Hindu Budha, Majusi, dan Nasrani. ‎Dengan demikian Islam yang tersebar senantiasa mengalami penyesuaian ‎dengan lingkungan dan peradaban dan kebudayaan setempat, begitu pula yang ‎terjadi di tanah Jawa.‎ ‎ ‎
Islam dengan risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah ‎agama universal, ajarannya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan yang ‎meliputi keimanan dan peribadatan, serta mengatur hubungan antara manusia ‎dengan manusia dan lingkungannya yang disebut mu’amalah ‎.‎
Adapun ciri-ciri Islam dapat dilihat dalam berbagai konsep yang ‎dibawanya, yakni: ‎
Pertama, Konsep teologi Islam yang di dasarkan pada prinsip tauhid sebagai ‎konsep monotheisme dengan kadar paling tinggi. Konsep tauhid ini melahirkan ‎wawasan kesatuan moral, kesatuan sosial, kesatuan ritual bahkan malah ‎memberikan kesatuan identitas kultular.‎
Kedua, Konsep kedudukan manusia, dalam hubunganya dengan tuhan ‎‎(hablum minallah), hubunganya dengan sesama manusia (hablum minannas), ‎bahkan sesama makhluk, juga hubunganya dengan alam semesta. Hubungan-‎hubungan tersebut berada dalam jaringan kerja peribadatan dan ‎kekhilafahan,yaitu fungsi ibadah dan fungsi khilafah.‎
Ketiga, konsep keilmuan sebagai bagian integratif dari kehidupan manusia. ‎Wahyu perdana dari Al-Qur’an di samping membuat deklarasi kholaqol insan ‎‎(Dia telah menciptakan manusia) juga mendeklarasikan alamal insan (Dia ‎mengajarkan kepada manusia). Manusia ini selain di ciptakan oleh Allah,juga ‎di beri kecerdasan ilmiah. Konsep ini ada kaitanya dengan janji Allah tentang ‎Taskhiru ma fis samawati wa ma fil ardhi (apa yang ada di langit dan di bumi ‎di peruntukan bagi manusia)‎
Keempat, Konsep ibadah dalam Islam. Disamping menyentuh aspek-aspek ‎ritual, juga menyentuh aspek-aspek sosial dan juga aspek kultural ‎.‎
‎2.‎    Pengertian Kebudayaan Jawa dan Batasan Wilayahnya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya diartikan pikiran; akal ‎budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yg sudah berkembang ‎‎(beradab, maju), sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah. ‎Sedangkan Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin ‎‎(akal budi) manusia spt kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan ‎pengetahuan manusia sbg makhluk sosial yg digunakan untuk memahami ‎lingkungan serta pengalamannya dan yg menjadi pedoman tingkah lakunya ‎.‎
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata kebudayaan berasal dari kata ‎sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau ‎akal. Dengan demikian kebudayaan dapat di artikan dengan hal-hal yang ‎bersangkutan dengan akal. Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan ‎majemuk dari budi daya yang berarti daya dari budi. Sehingga di bedakan ‎antara budaya yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, rasa, karsa, ‎dengan kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, rasa, karsa ‎.‎
Sedangkan menurut Clyde Kluchohn, kebudayaan adalah suatu sistem ‎menyeluruh yang terbentuk oleh sejarah meliputi kehidupan manusia yang ‎cenderung mempengaruhi pola hidup suatu kelompok ‎.‎
Selanjutnya menurut konsep konsep B.Malinowske, kebudayaan di ‎dunia mempunyai tujuh unsur universal yakni :‎
a.‎    Bahasa ‎
b.‎    Sistem Teknologi ‎
c.‎    Sistem mata pencaharia (ekonomi)‎
d.‎    Organisasi sosial ‎
e.‎    Sistem pengetahuan
f.‎    Religi
g.‎    Kesenian ‎.‎
Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan masyarakat asli Jawa yang telah ‎berkembang semenjak masa prasejarah. Sebagai halnya suku-suku sederhana ‎lainnya budaya asli Jawa ini bertumpu dari religi animisme dan dinamisme. ‎Dasar pikiran dalam religi animisme dan dinamisme bahwa dunia ini juga ‎didiami oleh roh-roh halus termasuk roh nenek moyang dan juga kekuatan-‎kekuatan (daya-daya) ghaib ‎.‎
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diambil kesimpulkan bahwa ‎kebudayaan Jawa adalah sebuah sistem yang mencakup bahasa, sistem ‎teknologi, mata pencaharian, organisasi sosial, corak berpikir, sistem kegamaan ‎dan kesenian yang dianut dan dilestarikan secara turun-temurun oleh ‎masyarakat setempat. Sedangkan yang dimaksud dengan islam dan ‎kebudayaan Jawa adalah ajaran islam yang berkembang dan berjalan selaras ‎dengan kebudayaaan masyarakat Jawa.‎
Menurut R. Wordward ciri Islam Jawa adalah kecepatan dan ‎kedalamannya mempenetrasi masyarakat Hindu-Budha yang paling maju ‎‎(sopheisticated). Hal ini dapat dilihat dari muatan karya sastra yang ‎berpatronase dengan keraton seperti serat salokajiwa karya Ranggawarsita dan ‎serat centhini karya Pakubuwana V dan nilai-nilai sufisme; ritual sekatenan ‎dikorelasikan dengan rekonstruksi sejarah islam jawa; ajaran-ajaran Islam ‎dalam pewayangan, dan penekanan bentuk keberagaman yang mengedepankan ‎kesalehan praktis pada masyarakat jawa.‎

B.‎    Ciri-ciri Orang Jawa
Dalam antropologi budaya dikenal beragam suku dan budaya, salah satunya ‎masyarakat atau suku Jawa. Masyarakat Jawa adalah orang-orang yang dalam ‎hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan ragam dialeknya secara ‎turun-menurun. Suku bangsa Jawa adalah mereka yang bertempat tinggal di ‎daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, serta mereka yang berasal dari kedua daerah ‎tersebut. Secara geografis suku bangsa Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi: ‎Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. ‎Sedangkan di luar itu, dinamakan pesisir dan ujung timur. Surakarta dan ‎Yogyakarta yang merupakan dua bekas kerajaan Mataram pada sekitar abad ke-‎XVI adalah pusat dari kebudayaan Jawa. Keduanya adalah tempat kerajaan ‎terakhir dari pemerintahan Raja-raja Jawa.‎
Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar yang berdiam di negara ‎Indonesia. Suku Jawa hidup dalam lingkup budaya yang sangat kental, yang ‎mereka gunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat, bahkan mulai dari ‎kehamilan sampai kematian. Menurut Sujamto, 1997 budaya Jawa memiki empat ‎ciri-ciri utama, yaitu;‎
a.‎    Religius
Sebelum agama-agama besar masuk ke Jawa, masyarakat Jawa sudah ‎mempercayai kepercayaan adanya tuhan yang melindungi mereka, dan ‎keberagaman agama itu semakin berkualitas dengan masuknya agama ‎besar, seperti: Hindu, Budha Islam dan Kristen, yang menjadikan ‎masyarakat Jawa mempunyai toleransi keagamaan yang besar. ‎
b.‎    Non doktriner
Artinya budaya Jawa itu luwes (fleksibel), karena sejak zaman dahulu ‎masyarakat Jawa berpendapat bahwa perbedaan agama yang masuk ‎sebenarnya hanya berbeda caranya saja, untuk menuju pada tercapainya ‎satu tujuan yang sama.‎
c.‎    Toleran
Masyarakat Jawa selalu mengutamakan gotong royong, selain itu juga ‎bisa menerima perbedaan pendapat dan menghormati pendapat orang ‎lain. ‎
d.‎    Akomodatif
Kebudayaan Jawa selain penuh dengan pelajaran-pelajaran mengenai ‎budi pekerti luhur juga mau menerima masuknya budaya asing yang ‎masuk yang sesuai dan bermanfaat bagi masyarakat.‎
Dari ciri-ciri budaya Jawa diatas, memberikan corak, sifat dan ‎kecenderungan yang khas bagi orang Jawa yang antara lain adalah:‎
‎1.‎    Masyarakat Jawa identik dengan berbagai sikap sopan, segan, ‎menyembunyikan perasaan alias tidak suka to the poin. ‎
‎2.‎    Menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun ‎objek yang diajak berbicara. Hal ini bisa terlihat dengan adanya strata ‎‎(tingkatan) bahasa dalam suku jawa.‎
‎3.‎    Suku Jawa umumnya mereka lebih suka menyembunyikan perasaan. Menampik ‎tawaran dengan halus demi sebuah etika dan sopan santun sikap yang dijaga.‎
‎4.‎    Narimo ing pandum adalah salah satu konsep hidup yang dianut oleh Orang ‎Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan segala ‎keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Orang Jawa memang menyakini ‎bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan tidak dapat ditentang begitu ‎saja.‎
‎5.‎    Ciri khas lain yang tak bisa di tinggalkan adalah sifat Gotong royong atau ‎saling membantu sesama orang di lingkungan hidupnya apalagi lebih kentara ‎sifat itu bila kita bertandang ke pelosok pelosok daerah suku Jawa di mana ‎sikap gotong royong akan selalu terlihat di dalam setiap sendi kehidupannya ‎baik itu suasana suka maupun duka. ‎
‎6.‎    Dan, yang tidak dapat kita abaikan adalah sikap hidup orang Jawa yang ‎menejunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam interaksi antar ‎personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata dan ‎perbuatan untuk tidak menyakiti hati orang lain. Mereka begitu menghargai ‎persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu ‎yang sangat penting. Mereka tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami ‎sakit hati atau terseinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan ‎sebab bagi orang Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono ‎artinya, harga diri seseorang dari lidahnya (omongannya), harga badan dari ‎pakaian

C.‎    Tujuan Mempelajari IBJ
Dalam nilai kearifan warisan budaya Jawa yang diajarkan kepada kita ‎menuntut untuk  pengkajian dan pemahaman akan budaya yang selama ini kita ‎jalankan. Adapun tujuannya antara lain:‎
a.‎    Mengetahui bagaimana Islam yang ada di Jawa.‎
b.‎    Mengetahui isi kandungan ajaran Islam yang terdapat dalam budaya Jawa.‎
c.‎    Mengetahui pesan-pesan moral yang terkandung dalam kebudayaan jawa
d.‎    Menumbuhkan sikap arif dalam menyikapi berbagai jenis kebudayaan Jawa ‎dan keberagaman ritual keagamaannya ‎.‎
e.‎    Memotivasi masyarakat untuk menumbuhkan rasa kesadaran kebudayaan.‎
f.‎    Mengetahui hal-hal yang ada dalam sejarah masyarakat Jawa dan kebudayaan ‎yang dibangunnya, serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap ajaran Islam ‎yang sudah sejak lama mendiami dan berasimilasi satu sama lain
g.‎    Menumbuhkan spiritualisme, mendorong masyarakat untuk mengimbangi ‎derasnya arus konsumerisme budaya tersebut  dalam era globalisasi melalui ‎peningkatan pendidikan dan keimanan

PSIKOLINGUISTIK

Pengertian Psikolinguistik
Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social ‎Science Research Council di Amerika Serikat mengundang tiga orang linguis dan tiga orang ‎psikolog untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik ‎digunakan sejak tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok dalam karyanya ‎berjudul sycholinguistics, A Survey of Theory and Research roblems. Sejak itu istilah tersebut ‎sering digunakan. Psikolinguistik merupakan interdisiplin antara Linguistik dan Psikologi. Karena ‎itu, dalam membahas pengertian Psikolinguistik, terlebih dahulu penulis akan berdasar pada ‎pengertian ilmu-ilmu tersebut. Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata ‎pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ‎ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa. ‎Pengertian Psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika Psikologi masih berada atau merupakan ‎bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu jiwa lazim dipakai ‎sebagai padanan Psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu (misalnya timbulnya konotasi ‎bahwa Psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.‎
Pergeseran atau perubahan pengertian yang tentunya berkonsekuensi pada objek Psikologi sendiri ‎tadi tentu saja berdasar pada perkembangan pemikiran para peminatnya. Bruno (Syah, 1995: 8) ‎secara rinci mengemukakan pengertian Psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling ‎berhubungan. Pertama Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua Psikologi adalah ilmu ‎pengetahuan mengenai kehidupan mental. Ketiga Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai ‎tingkah laku organisme. Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik ‎‎(bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 ‎SM). Mereka menganggap bahwa kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Karena itu, ‎studi mengenai kesadaran dan proses mental manusia pun merupakan bagian dari studi mengenai ‎ruh. Ketika Pikologi melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang ‎mandiri pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium ‎pskologinya, ruh dikeluarkan dari studi psikologi. para ahli, di antaranya William james (1842-‎‎1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan ‎mengenai kehidupan mental. Pengertian ketiga dikemukakan J.B. Watson (1878-1958) sebagai ‎tokoh yang radikal yang tidak puas dengan definisi tadi lalu beliau mendefinisikan Pikologi ‎sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) organisme. Selain itu, Watson sendiri ‎menafikan (menganggap tidak ada) eksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh dan ‎kehidupan internal manusia menurut Watson dan kawan-kawannya tidak dapat dibuktikan ‎karena tidak ada, kecuali dalam hayalan belaka. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa ‎Psikologi behaviorisme adalah aliran ilmu jiwa yang tidak berjiwa. Untuk menengahi pendapat ‎tadi muncullah pengertian yang dikemukakan oleh pakar yang lain, di antaranya Crow & Crow. ‎Menurutnya Pikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yakni interaksi ‎manusia dengan dunia sekitarnya (manusia, hewan, iklim, kebudayaan, dsb.‎
Pengertian Pikologi di atas sesuai dengan kenyataan yang ada selama ini, yakni bahwa para ‎psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap perilaku manusia yang bersifat ‎jasmaniah (aspek pasikomotor) dan yang bersifat rohaniah (kognitif dan afektif). Tingkah laku ‎psikomotor (ranah karsa) bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk, berjalan, dsb., sedangkan ‎tingkah laku kognitif dan afektif (ranah cipta dan ranah rasa) bersifat tertutup, seperti berpikir, ‎berkeyakinan, berperasaan, dsb. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan ‎bahwa Pikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia baik yang tampak maupun ‎yang tidak tampak. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, ‎‎1982: 99).‎
Sejalan dengan pendapat di atas Martinet mengemukakan (1987: 19) mengemukakan bahwa ‎linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Secara lebih rinci dalam ‎Webster’s New Collegiate Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan EDUCARE: Jurnal ‎Pendidikan dan Budaya http://educare.e-fkipunla.net Generated: 26 July, 2009, 06:28 linguistics ‎is the study of human speech including the units, nature, structure, and modification of language ‎‘linguistik adalah studi tentang ujaran manusia termasuk unit-unitnya, hakikat bahasa, ‎struktur, dan perubahanperubahan bahasa’. Dalam Oxford Advanced Learner’s ‎Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan linguistics is the science of language, e.g. its structure, ‎acquisition, relationship to other forms of communication ‘linguistik adalah ilmu tentang ‎bahasa yang menelaah, misalnya tentang struktur bahasa, pemerolehan bahasa dan tentang ‎hubungannya dengan bentuk-bentuk lain dari komunikasi’. Dari pendapat-pendapat di ‎atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa dengan karakteristiknya. ‎Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara maupun menulis dan dipahami oleh ‎manusia baik dalam menyimak ataupun membaca.‎
Berdasarkan pengertian psikologi dan Linguistik pada uraian sebelumnya dapat disimpulkan ‎bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang ‎tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Untuk lebih jelasnya, mengenai pengertian ‎Psikolinguistik berikut ini dikemukakan beberapa definisi Psikolinguistik.  Aitchison ‎‎(Dardjowidojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan ‎minda. Sejalan dengan pendapat di atas. Field (2003: 2) mengemukakan psycholinguistics ‎explores the relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik ‎membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’. Minda atau otak beroperasi ‎ketika terjadi pemakaian bahasa. Karena itu, Harley (Dardjowidjojo: 2003: 7) berpendapat bahwa ‎psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum ‎menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan ‎ini Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai ‎penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Kridalaksana (1982: 140) pun berpendapat sama ‎dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa ‎dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Dalam ‎proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat. ‎Karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu ‎ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa ‎membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Slobin ‎‎(Chaer, 2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses ‎psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada ‎waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia.‎
Secara lebih rinci Chaer (2003: 6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan ‎hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, ‎dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Pada hakikatnya dalam ‎kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dalam kaitan ini ‎Garnham (Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental ‎mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific discipline whose ‎goal is a coherent theory of the way in which language is produce and understood ‎‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang ‎menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran’. Dalam ‎penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi ‎pikiran. Dalam hubungan ini Osgood dan Sebeok (Pateda: 1990) menyatakan pscholinguistics ‎deals directly with the processes of encoding and decoding as they relate states of ‎communicators ‘psikolinguistik secara langsung berhubungan dengan proses-proses ‎mengkode dan mengerti kode seperti pesan yang disampaikan oleh orang yang ‎berkomunikasi’. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, ‎sedangkan pemahaman pesan merupakan rekognisi sebagai hasil analisis. Karena itu, Lyons ‎berpendapat bahwa tentang psikolinguistik dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ‎telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis). Bahasa sebagai wujud atau hasil ‎proses dan sebagai sesuatu yang diproses bisa berupa bahasa lisan atau bahasa tulis, sebagaimana ‎dikemukakan oleh Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai ‎manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada ‎manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan ‎bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ‎ataupun secara lisan.‎
Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, hal ini ‎berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. ‎Pendapat di atas pun secara tersurat menyatakan bahwa Psikolinguistik pun mempelajari ‎pemerolehan bahasa oleh manusia sehingga manusia mampu berbahasa. Lebih jauhnya bisa ‎berkomunikasi dengan manusia lain, termasuk tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang anak ‎manakala anak belajar berbahasa sebagaimana dikemukakan oleh Palmatier (Tarigan, 1985: 3) ‎bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perkembangan bahasa anak. Semua bahasa ‎yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu, Slama (Pateda, ‎‎1990: 13) mengemukakan bahwa‎
psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications ‎and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘‎
psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk ‎berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa ‎yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.‎
Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu ‎yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak ‎tampak. berupa persepsi, pemproduksian bahasa, dan pemerolehan bahasa. Perilaku yang tampak ‎dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia ‎memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika ‎memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses ‎sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.‎
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, ‎pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean, hubungan ‎antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ‎ini Yudibrata, Andoyo Sastromiharjo, Kholid A. Harras(1997/1998: 9) menyatakan bahwa ‎Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, ‎pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, ‎hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), ‎hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).‎
Field (2003: 2) mengemukakan ruang lingkup Psikolinguistik sebagai berikut: language ‎processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain, bahasa ‎dalam keadaan istimewa, language in exceptional circumstances, frst language acquisiton ‎‘pemrosesan bahasa, penyimpanan dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, ‎bahasa dan otak, pemerolehan bahasa Secara lebih rinci Musfiroh pun berpendapat (2002: 8) ‎bahwa Psikolingusitik meliputi a. Hubungan antara bahasa dan otak, logika, dan pikiran b. Proses ‎bahasa dalam komunikasi: produksi, persepsi dan komprehensi c. Permasalahan makna d. Persepsi ‎ujaran dan kognisi e. Pola tingkah laku berbahasa f. Pemerolehan bahasa pertama dan kedua g. ‎Proses berbahasa pada individu abnormal (Musfiroh, 2002: 8) Karena psikologi merupakan ‎bagian dari psikolinguistik, untuk mempermudah pemahman selanjutnya perlu dibicarakan ranah ‎psikologi.‎
‎2. Ranah Psikologi
Menurut Utami Munandar (Syah, 2004: VI) hakikat pendidikan adalah menyediakan lingkungan ‎yang memungkinkan setiap peserta didik mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya ‎secara optimal dan utuh (mencakup matra kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, ‎pembelajaran bahasa pun ditujukan untuk mencapai ranah kognirif, afektif, dan psikomotor ‎secara utuh. Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti ‎mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan ‎pengetahuan.. (Neisser dalam Syah, 1995: 65; 2004: 22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah ‎kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis ‎manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, ‎pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan. Menurut ‎Chaplin (Syah, 1995: 65; 2004: 22) ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan ‎konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang ‎berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus ‎pengendali ranahranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). ‎Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan ‎seorang siswa dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat ‎memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Afektif ‎adalah ranah Psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, ‎benci, serta sikapsikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Psikomotor adalah ranah ‎Psikologi yang segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun ‎kualitasnya karena sifatnya terbuka (Syah, 1995: 85; 2004: 52).‎
‎3. Peran Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa‎
Siswa adalah subjek dalam pembelajaran. Karena itu, dalam hal ini siswa dianggap sebagai ‎organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun ‎psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ‎ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Dalam sebuah penelitian ‎yang dilakukan Garnham (Nababan, 1992: 60-61) terhadap aktivitas berbicara ditemukan ‎berbagai berbicara yang menyimpang (kurang benar) dengan pengklaifikasian kesalahan sebagai ‎berikut. Berbicara yang Menyimpang Tipe Ucapan yang Seharusnya Kesalahan antisipasi ‎penerusan pengurangan/ haplology penambahan pertukaran penggantian percampuran “the ‎new Mel Brooks film …” “practical classes …” “never ‎lets …” “better of than …” “on a table around you ‎…” “engineering job …” “hilarityhipterics ‎…” “the new Bel …” “practical kr…” ‎“nets …” “better off-wise than …” “round a table ‎on you …” “engineering degree …” “hilarics ‎…” Nababan (1992: 60-61) Menurut Garnham penyebab kesalahan yang dilakukan ‎oleh pembicara di antaranya adalah kesaratan beban (overloading), yaitu perasaan waswas ‎‎(menghadapi ujian atau pertemuan dengan orang yang ditakuti) atau karena penutur kurang ‎menguasai materi, terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang ‎menguasai topik. Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat kita klasifikasikan berdasarkan ‎ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa perasaan waswas berkaitan dengan ranah afektif. ‎Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, ‎dan penyebab kesalahan berupa kesukaran melafalkan kata berkaitan dengan ranah psikomotor. ‎Contoh-contoh kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi menunjukkan ‎bahwa peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Tujuan umum ‎pembelajaran bahasa, yaitu siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, ‎baik dalam berbahasa lisan ataupun berbahasa tulis. Agar siswa dapat berbahasa Indonesia yang ‎baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidahkaidah bahasa. Kaidah-kaidah bahasa ‎dipelajari dalam linguistik. Untuk dapat menggunakan bahasa secara lancar dan komunikastif ‎siswa tidak hanya cukup memahami kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif ‎‎(penguasaan kaidah bahasa dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya ‎diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor ‎‎(lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, ‎jelaslah bahwa betapa penting peranan Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa.‎