Blog Archive
KURIKULUM TINGKAT ASATUAN PPENDIDIKAN (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP, 2006). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah unutk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan sewasa ini. Oleh Karen itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagi berikut.
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat menoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif jika dikontrol oleh masyarakat sekitar.
5. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dam masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya dalam KTSP.
Landasan KTSP
1. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
4. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
5. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006
Ciri-ciri KTSP
1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3. Guru harus mandiri dan kreatif.
4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.
Perbedaan antara KTSP dengan Kurikulum lama
Aspek Kurikulum lama KTSP
Dokumen
Seluruh dokumen kurikulum direncanakan, dibuat, dan dikembangkan oleh pusat
Komponen dan materi pokok minimal dikembangkan pusat, sedangkan Silabus dan bahan ajar direncanakan dan dikembangkan oleh sekolah atau satuan pendidikan
Diformulasikan secara kaku, tidak luwes dan kurang dinamis, sehingga tidak memberikan peluang kepada daerah ,sekolah, dan guru untuk mengembangkan potensi yang ada Semua diserahkan kepada daerah, satuan pendidikan, dan guru sesuai dengan kebutuhannya, asal memenuhi standar minimal yg ditentukan .
Isi
Materi padat dan tumpang tindih. Terlalu banyak hafalan, kurang mengarah pada pembentukan sikap ilmiah dan kepribadian melalui pengembangan ketrampilan dan sikap. Materi dibentuk untuk mengarah pada kompetensi yang dituntut. Karena berbasis kompetensi, maka materi pokok bukan hafalan, tetapi mengarah pada kompetensi yang dituntut.
Persiapan
Guru diminta mempersiapkan AMP (Analisis Materi Pelajaran), Program Tahunan, Program Catur Wulan, Program Satuan Pelajaran dan Rencana Pembelajaran
Guru diminta membuat Silabus, Program Tahunan, Program Semester, Rencana /Skenario Pembelajaran, dan Bahan Ajar
Proses
Materi yang terlalu banyak sehingga menyulitkan guru dan siswa
Guru diberi kebebasan berkreasi dalam mengembangkan secara kreatif materi pokok untuk mencapai kompetensi yang ditentukan
Dalam pelaksanaan kurang memperhatikan learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be secara proporsional . Kesemua itu diakomodasikan secara integratif dan proporsional
Formulasi dan pelaksanaan kurikulum kurang memperhatikan keutuhan aspek kognitif, afrktif, dan psikomotorik
Ketiganya merupakan suatu keutuhan dalam pencapaian kompetensi
Siswa sebagai obyek pendidikan dalam proses pembelajaran
Siswa sebagai subyek pendidikan (student centered learning)
Kecakapan hidup (life skill) kurang terakomodasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran, karena mengejar target kurikuler
Terakomodasi secara terpadu dan proporsional dalam kurikulum dan proses pembelajarannya
Berorientasi pada proses dan target kurikulum
Berorientasi pada output kompetensi siswa
Kelebihan KTSP
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk memusatkan dan mengembangkan mata pelajaran. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup.
4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena menurut ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
5. Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.
6. Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar.
7. Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks sosial budaya.
8. Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
9. Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menyususun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
10. Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual.
11. Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik.
12. Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
13. Menggunakan berbagai sumber belajar.
14. kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan
Kekurangan KTSP
1. Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah.
2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya, penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan
Referensi:
http://hipni.blogspot.com/2011/09/pengertian-ktsp.html
http://civicsedu.blogspot.com/2012/06/perbedaan-kurikulum-lama-dengan-ktsp.html
http://duniasastradanbahasa.blogspot.com/2011/03/kelebihan-dan-kekurangan-ktsp-kurikulum.html
http://www.slideshare.net/darono/ktsp-standar-isi
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran, dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa atau mahasiswa melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, dan sumber atau bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa atau mahasiswa dapat dilihat pada kemampuan siswa atau mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan standar prosedur tertentu.
Dapat didefinisikan bahwa Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.
Di era otonomi seperti sekarang ini kurikulum pendidikan yang belaku secara nasional bukanlah suatu "harga mati" yang harus diterima dan dilaksanakan apa adanya, melainkan masih dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan, sepanjang tidak menyimpang dari pokok-pokok yang telah digariskan secara nasional. Dalam hal ini guru atau dosen adalah pengembang kurikulum yang berada dalam kedudukan yang menentukan dan strategis. Jika kurikulum diibaratkan sebagai rambu-rambu lalu lintas, maka guru adalah pejalan kakinya.
Dengan asumsi bahwa gurulah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan peserta didik, perbedaan perorangan (individual) siswa, daya serap, suasana dalam kegiatan pembelajaran, serta sarana dan sumber yang tersedia, maka guru berwenang untuk menjabarkan dan mengembangkan kurikulum ke dalam silabus pengembangan kurikulum. Silabus ini hendaknya mendasarkan pada beberapa hal, di antaranya: isi (konten), konsep, kecakapan atau keterampilan, masalah, serta minat siswa atau mahasiswa.
Sesuai dengan jiwa otonomi dalam bidang pendidikan seperti pada Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, bidang pendidikan dan kebudayaan, pemerintah memiliki wewenang menetapkan: (1) standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen: (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian.
Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.
Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri paradigmanya adalah berbasis kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup jenis tagihan, bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. jenis tagihan adalah berbagai tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk instrumen terkait dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa, seperti bentuk pilihan ganda atau soal uraian.
Pengembangan kurikulum 2004 harus berkaitan dengan tuntutan standar kompetensi, organisasi pengalaman belajar, dan aktivitas untuk mengembangkan dan menguasai kompetensi seefektif mungkin. Proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi juga menggunakan asumsi bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu. Oleh karenanya pengembangan Kurikulum 2004 perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Berorientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)
2. Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
3. Bertolak dari Kompetensi Tamatan/ Lulusan
4. Memperhatikan prinsip pengembangan kurikulum yang berdfferensiasi
5. Mengembangkan aspek belajar secara utuh dan menyeluruh (holistik), serta menerapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning).
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTEK tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
KURIKULUM 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepadajawabankonvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepadajawabankonvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut.Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
KURIKULUM 1984 (CBSA)
Pengertian Kurikulum
Kurikulum dalam arti sempit adalah: “Sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat“. Sedangkan menurut Oemar Hamalik, “Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah”.
Dalam pendidikan formal kurikulum merupakan salah satu aspek yang penting dalam pengajaran, karena pengajaran berpangkal padanya. Dalam kurikulum terangkum pula pengajaran yang menentukan kemana dan bagaimana seorang anak didik diarahkan dalam perkembangan segenap potensinya. Kurikulum selalu menyangkut persoalan mengenai apa yang hendak diajarkan dan mengapa hal itu diajarkan, karena itu kurikulum tidak terlepas dari pengajaran.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan :
a. Peningkatan iman dan takwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global; dan
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
4) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi. oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta, sekarang Universitas Negeri Jakarta, periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tidak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum tahun 1984 terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu banyak jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
Keuntungan kurikulum 1984
a) Murid tidak terbebani oleh materi pelajaran.
b) Siswa aktif, kreatif, inovatif, dan dapat memecahkan masalah.
c) Sosialisasi siswa terhadap lingkungan disekitarnya sangat bagus.
Kerugian kurikulum 1984
a) Memerlukan fasilitas yang lebih lengkap, untuk menunjang kreatifitas anak.
b) Hanya efektif pada kelas kecil (kelas dengan jumlah siswa ± max 30 siswa).
Sumber :
http://wwwmykurikulum.blogspot.com/.
http://wintervina.blogspot.com/2012/03/analisis-kurikulum-tahun-1984-1994-2004.html. 18/03/2013.
KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 1975 disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional dilaksanakan bertahap mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut penilaian kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975.
• Ciri-ciri Khusus Kurikulum 1975:
Kurikulum 1975 memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1). Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Setiap guru harus mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
2). Menganut pendekatan yang integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir.
3). Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulu 1975 bukan hanya dibebankan kepada bidang pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya, melainkan juga kepada bidang pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama.
4). Kurikulum 1975 menekankan pada efisiensi dan efektivitas pengguna dana, daya dan waktu yang tersedia.
5). Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
6). Organisasi pelajaran meliputi bidang-bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan , disamping Pendidikan Moral Pancasila dan integrasi pelajaran-pelajaran yang sekelompok.
7). Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran, alat evaluasi, dan metode pembelajaran.
8). Sistem Evaluasi, diakukan penialain murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang dicapai murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran.
• Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum 1975
Dalam menyusun dan membakukan kurikulum tersebut digunakan beberapa prinsip yang memungkinkan sistem pendidikan pada setiap program (SD, SMP, dan SMA) benar-benar lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya, yaitu:
1). Fleksibilitas program. Penyelenggaraan pendidikan keterampilan pada setiap program harus mengingat faktor-faktor ekosistem dan kemampuan pemerintah, masyarakat, serta orang tua untuk menyediakan dana bagi kelangsungan bidang studi tersebut.
2). Efisiensi dan efektivitas. Efisiensi di sini adalah efisiensi waktu, pendayagunaan dana, dan tenaga secara optimal.
3). Berorientasi pada tujuan. kurikulum 1975 mempunyai empat macam tujuan, yaitu:
a. Tujuan umum yaitu tujuan pendidikan nasional.
b. Tujuan institusional yaitu tujuan untuk setiap lembaga tingkatan pendidikan, seperti tujuan SD, SMP, dan SMA.
c. Tujuan kurikuler yaitu tujuan untuk setiap bidang studi.
d. Tujuan instruksional yaitu tujuan setiap pokok bahasan.
4). Kontinuitas. Sekolah dasar dan sekolah menengah (pertama, atas) adalah sekolah-sekolah umum yang masing-masing fungsinya dinyatakan dalam tujuan institusional. Namun, kurikulum satu jenjang pendidikan dengan yang di atasnya berhubungan secara hirearkis. Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum ketiga jenjang sekolah tersebut hendaknya selalu dihubungkan secara hirearkis dan fungsional.
5). Pendidikan seumur hidup. Pendidikan yang diterima anak di sekolah memberikan dasar atau bekal untuk belajar seumur hidup, sehingga memungkinkan seseorang meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta mengembangkan potensi-potensi sesuai dengan kebutuhan kehidupannya.
• Kelebihan kurikulum 1975
1). Berorientasi pada tujuan.
2) .Mengarah pembentukan tingkah laku siswa.
3). Relevans dengan kebutuhan masyarakat.
4). Menggunakan pendekatan psikolog.
5). Menekankan efektivitas dan efisiensi.
6). Menekankan fleksibilitas yaitu mempertimbangkan faktor- faktor ekosistem dan kemampuan penyediaan fasilitas yang menunjang terlaksananya program.
7). Prinsip berkesinambungan.
• Kelemahan kurikulum 1975
1). Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
2). Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
3). Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
4).Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5). Pada kurikulum ini menekankan pada pencapaian tujuan pendidikan secara sentralistik, sehingga kurang memberi peluang untuk berkembangnya potensi daerah.
6). Kurikulum ini berorientasi pada guru hal ini membentuk persepsi bahwa guru yang mendominasi proses pembelajaran, metode-metode ceramah dan metode dikte menonjol digunakan oleh para guru
7). Kreativitas murid kurang berkembang karena didukung oleh konsep kurikulum yang menempatkan guru sebagai subjek dalam melakukan pembelajaran di kelas.
KURIKULUM 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum dari pendidikan pancawardhana menjadi pembina jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, karena mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama, dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Dasar kurikulum 1968 adalah TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1996 tentang agama, pendidikan, dan kebudayaan. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani ,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda yang dilakukan secara korelasional (correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
A. Ciri-ciri kurikulum 1968 :
1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Mashuri, SH (1968 – 1973).
2. Sifat kurikulum correlated subject.
3. Jumlah mata pelajaran SD 10 bidang studi, SMP 18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A 18 bidang studi.
4. Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
B. Kelebihan kurikulum 1968:
1. Pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
C. Kekurangan kurikulum 1968:
1. Hanya memuat mata pelajaran pokok saja.
2. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar.
Sumber:
http://alimzebua.wordpress.com/2011/09/14/tingkatan-dalam-pengembangan-kurikulum-dari-1968-1975-1984-kbk-sampai-dengan-ktsp/
http://catatantami.blogspot.com/2012/04/kurikulum-di-indonesia.html
http://kupatkepot.blogspot.com/
http://meylanarzhanty.blogspot.com/2012/01/analisis-kurikulum-di-indonesia.html
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum dari pendidikan pancawardhana menjadi pembina jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, karena mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama, dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Dasar kurikulum 1968 adalah TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1996 tentang agama, pendidikan, dan kebudayaan. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani ,moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda yang dilakukan secara korelasional (correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain walaupun batas demokrasi antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
A. Ciri-ciri kurikulum 1968 :
1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Mashuri, SH (1968 – 1973).
2. Sifat kurikulum correlated subject.
3. Jumlah mata pelajaran SD 10 bidang studi, SMP 18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A 18 bidang studi.
4. Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).
B. Kelebihan kurikulum 1968:
1. Pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
C. Kekurangan kurikulum 1968:
1. Hanya memuat mata pelajaran pokok saja.
2. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar.
Sumber:
http://alimzebua.wordpress.com/2011/09/14/tingkatan-dalam-pengembangan-kurikulum-dari-1968-1975-1984-kbk-sampai-dengan-ktsp/
http://catatantami.blogspot.com/2012/04/kurikulum-di-indonesia.html
http://kupatkepot.blogspot.com/
http://meylanarzhanty.blogspot.com/2012/01/analisis-kurikulum-di-indonesia.html
KURIKULUM 1952
Lahirnya kurikulum 1952 tidak terlepas dari sejarah kelahiran Kurikulum 1947. Bahkan dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1952 adalah pembaharuan dari Kurikulum 1947. Dikatakan demikian karena saat kurikulum 1947 berlaku belum ada undang-undang pendidikan yang berlaku sebagai landasan operasionalnya. Hal ini terjadi sampai tahun 1949. Baru setelah tahun 1950 undang-undang pendidikan yang dikenal dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dapat dirampungkan. Selanjutnya undang-undang itu disahkan pada tahun 1954 sebagai UU No. 12 Tahun 1954. Dari situlah dikenal undang-undang pendidikan yang pertama kali, yaitu No. 4 Tahun 1950 jo. No. 12 Tahun 1954. Namun undang-undang itu tidak memberlakukan pelaksanaan Kurikulum 1947.Dengan kata lain, kurikulum 1952 merupakan kurikulum pertama yang memiliki dasar hukum operasional.
Landasan yuridis kurikulum 1952 tidak berbeda jauh dari kurikulum 1947. Landasan idiilnya adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sedangkan landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945. Sedangkan landasan operasional kurikulum 1952 adalah UU No. 4 Tahun 1950. Undang-undang itu telah dirancang sebelum tahun 1950. Rancangan undang-undang itu yang awalnya dibahas oleh BPKNIP tahun 1948 tidak dapat dilakukan karena terjadinya clash II. Baru pada tanggal 29 Oktober 1949, RUU itu diterima oleh BPKNIP dan disahkan oleh pemerintah RI pada tanggal 2 April 1950.
Isi kurikulum 1952 merupakan penjabaran arah dan tujuan pedidikan sekolah menengah dan tujuan kurikulum. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tujuan pendidikan sekolah menengah dan tujuan kurikulum diarahkan pada penyiapan pelajar ke pendidikan tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.
Hal itu didasarkan pada kesadaran akan corak pendidikan masa lampau. Penjelasan itu dapat diperoleh pada penjelasan UU Nomor 4 Tahun 1950 Bab V pasal 7 ayat 3. Dalam undang-undang itu dinyatakan bahwa pada masa lampau pendidikan menengah dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah umum. Sekolah menengah umum mementingkan pelajaran-pelajaran bagi perguruan tinggi, dan sekolah menengah kejuruan mendidik tenaga-renaga dalam bermacam-macam pekerjaan kepandaian dan keahlian. Akibatnya adalah sebagian besar dari siswa memilih pendidikan menengah umum, dengan maksud supaya dapat meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi. Sementara itu, sekolah.sekolah kejuruan kurang mendapat minat. Merespon minat siswa yang rendah dalam melanjutkan ke sekolah kejuruan, pemerintah melakukan beberapa upaya. Sistem pendidikan harus mengutamakan pendidikan orang-orang yang dapat bekerja. Baik sekolah menengah umum maupun sekolah menengah kejuruan, kedua-duanya bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga ahli yang dapat menunaikan kewajibannya kepada negara. Dengan dasar itu isi kurikulum 1950 pun menyesuaikan. Hasilnya kurikulum 1950 terbagi atas enam kelompok pengetahuan, yaitu kelompok bahasa, kelompok ilmu pasti, kelompok pengetahuan alam, kelompok pengetahuan sosial, kelompok ekonomi, dan kelompok ekspresi. Selain itu sebagai wujud penyiapan tenaga terampil dan terdidik pada kelas tiga diadakan penjurusan, yaitu dua jurusan, A bagi Bahasa dan pengetahuan sosial dan B untuk Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam.
Kurikulum ini lebih merinci pada setiap mata pelajaran sehingga disebut rencana pelajaran terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: Moral, Kecerdasan, Emosional/Artistik, Keprigelan (Keterampilan) dan Jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Oleh karena itu kurikulum 1952 disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Tabel berikut ini menggambarkan rincian isi kurikulum 1952 :
Struktur Kurikulum SMP 1952
No Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
I II III A III B
I Kelompok Bahasa
1. Bahasa Indonesa 5 5 6 5
2. Bahasa Inggris 4 4 4 4
3. Bahasa Daerah 2 2 2 1
Sub Jumlah 11 11 12 10
II Kelompok Ilmu Pasti
1. Berhitung dan Aljabar 4 3 2 4
2. Ilmu Ukur 4 3 - 4
Sub Jumlah 8 6 2 8
III Kelompok Penget. Alam
1. Ilmu Alam / Kimia 2 3 2 2
2. Ilmu Hayat 2 2 2 2
Sub Jumlah 4 5 4 4
IV Kelompok Penget. Sosial
1. Ilmu Bumi 2 2 3 3
2. Sejarah 2 2 2 2
Sub Jumlah 4 4 5 5
V Kelompok Pel. Ekonomi
I. Hitung Dagang - 1 2 -
II. Pengetahuan Dagang - - 2 -
Sub Jumlah - 1 4 -
VI Kelompok Pel. Ekspresi
1. Seni Suara 1 1 1 1
2. Menggambar 2 2 2 2
3. Pek. Tangan/Ker. Wanita 2 2 2 2
Sub Jumlah 5 5 5 5
VII Pendidikan Jasmani 3 3 3 3
VIII Budi Pekerti - - - -
IX Agama 2 2 2 2
Jumlah 37 37 37 37
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan kurikulum 1952 adalah membentuk manusia yang susila dan cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung iawab akan keseiahteraan masyarakat dan tanah air. Dalam Droses pembelajaran, guru berperan sebagai model yang menerapkan etika, moral, nilai-nilai, dan aturan-aturan yang berlaku. Kedisiplinan, kerajinan, sopan-santun, dan jiwa nasionalisme ditanamkan melalui tingkah laku guru dan penegakan peraturan sekolah yang tegas. Sayangnya proses belajar mengajar berpusat pada guru. Siswa ditempatkan sebagai objek yang harus menerima informasi sebanyak-banyaknya dari guru. Peran guru dalam kelas sangat dominan. Siswa bersifat pasif menerima informasi. Hal itu sebagai dampak dari proses belajar yang mengutamakan materi dan penguasaan materi. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Sistem penilaian berdasarkan Kurikulum 1952 hampir sama dengan Kurikulum 1942, yakni dilakukan melalui ulangan harian, ulangan umum catur wulan dan ujian penghabisan. Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai dasar untuk menentukan apakah seorang siswa naik atau tinggal kelas. Apabila seorang siswa belum mencapai minimal nilai 6 dalam ulangan umum catur wulan, yang bersangkutan mengikuti ulangan perbaikan (her). Ujian Penghabisan yang kemudian diubah namanya menjadi Ujian Negara pada sekitar tahun 1958, digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dapat dinyatakan lulus jika memiliki maksimal nilai 5 sebanyak 4 mata pelajaran atau equivalennya (nilai 4 ekuivalen dengan dua nilai 5, nilai 3 ekuivalen dengan 3 nilai 5).
Referensi:
http://kangdaengnaba.blogspot.com/2012/08/kurikulum-smp-1952.html
http://devita-rahmawati.blogspot.com/2011/05/kurikulum-pendidikan-indonesia.html
http://blog.tp.ac.id/pelaksanaan-kurikulum-pendidikan-di-indonesia
Landasan yuridis kurikulum 1952 tidak berbeda jauh dari kurikulum 1947. Landasan idiilnya adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, sedangkan landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945. Sedangkan landasan operasional kurikulum 1952 adalah UU No. 4 Tahun 1950. Undang-undang itu telah dirancang sebelum tahun 1950. Rancangan undang-undang itu yang awalnya dibahas oleh BPKNIP tahun 1948 tidak dapat dilakukan karena terjadinya clash II. Baru pada tanggal 29 Oktober 1949, RUU itu diterima oleh BPKNIP dan disahkan oleh pemerintah RI pada tanggal 2 April 1950.
Isi kurikulum 1952 merupakan penjabaran arah dan tujuan pedidikan sekolah menengah dan tujuan kurikulum. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tujuan pendidikan sekolah menengah dan tujuan kurikulum diarahkan pada penyiapan pelajar ke pendidikan tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.
Hal itu didasarkan pada kesadaran akan corak pendidikan masa lampau. Penjelasan itu dapat diperoleh pada penjelasan UU Nomor 4 Tahun 1950 Bab V pasal 7 ayat 3. Dalam undang-undang itu dinyatakan bahwa pada masa lampau pendidikan menengah dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah umum. Sekolah menengah umum mementingkan pelajaran-pelajaran bagi perguruan tinggi, dan sekolah menengah kejuruan mendidik tenaga-renaga dalam bermacam-macam pekerjaan kepandaian dan keahlian. Akibatnya adalah sebagian besar dari siswa memilih pendidikan menengah umum, dengan maksud supaya dapat meneruskan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi. Sementara itu, sekolah.sekolah kejuruan kurang mendapat minat. Merespon minat siswa yang rendah dalam melanjutkan ke sekolah kejuruan, pemerintah melakukan beberapa upaya. Sistem pendidikan harus mengutamakan pendidikan orang-orang yang dapat bekerja. Baik sekolah menengah umum maupun sekolah menengah kejuruan, kedua-duanya bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga ahli yang dapat menunaikan kewajibannya kepada negara. Dengan dasar itu isi kurikulum 1950 pun menyesuaikan. Hasilnya kurikulum 1950 terbagi atas enam kelompok pengetahuan, yaitu kelompok bahasa, kelompok ilmu pasti, kelompok pengetahuan alam, kelompok pengetahuan sosial, kelompok ekonomi, dan kelompok ekspresi. Selain itu sebagai wujud penyiapan tenaga terampil dan terdidik pada kelas tiga diadakan penjurusan, yaitu dua jurusan, A bagi Bahasa dan pengetahuan sosial dan B untuk Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam.
Kurikulum ini lebih merinci pada setiap mata pelajaran sehingga disebut rencana pelajaran terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: Moral, Kecerdasan, Emosional/Artistik, Keprigelan (Keterampilan) dan Jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Oleh karena itu kurikulum 1952 disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Tabel berikut ini menggambarkan rincian isi kurikulum 1952 :
Struktur Kurikulum SMP 1952
No Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
I II III A III B
I Kelompok Bahasa
1. Bahasa Indonesa 5 5 6 5
2. Bahasa Inggris 4 4 4 4
3. Bahasa Daerah 2 2 2 1
Sub Jumlah 11 11 12 10
II Kelompok Ilmu Pasti
1. Berhitung dan Aljabar 4 3 2 4
2. Ilmu Ukur 4 3 - 4
Sub Jumlah 8 6 2 8
III Kelompok Penget. Alam
1. Ilmu Alam / Kimia 2 3 2 2
2. Ilmu Hayat 2 2 2 2
Sub Jumlah 4 5 4 4
IV Kelompok Penget. Sosial
1. Ilmu Bumi 2 2 3 3
2. Sejarah 2 2 2 2
Sub Jumlah 4 4 5 5
V Kelompok Pel. Ekonomi
I. Hitung Dagang - 1 2 -
II. Pengetahuan Dagang - - 2 -
Sub Jumlah - 1 4 -
VI Kelompok Pel. Ekspresi
1. Seni Suara 1 1 1 1
2. Menggambar 2 2 2 2
3. Pek. Tangan/Ker. Wanita 2 2 2 2
Sub Jumlah 5 5 5 5
VII Pendidikan Jasmani 3 3 3 3
VIII Budi Pekerti - - - -
IX Agama 2 2 2 2
Jumlah 37 37 37 37
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan kurikulum 1952 adalah membentuk manusia yang susila dan cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung iawab akan keseiahteraan masyarakat dan tanah air. Dalam Droses pembelajaran, guru berperan sebagai model yang menerapkan etika, moral, nilai-nilai, dan aturan-aturan yang berlaku. Kedisiplinan, kerajinan, sopan-santun, dan jiwa nasionalisme ditanamkan melalui tingkah laku guru dan penegakan peraturan sekolah yang tegas. Sayangnya proses belajar mengajar berpusat pada guru. Siswa ditempatkan sebagai objek yang harus menerima informasi sebanyak-banyaknya dari guru. Peran guru dalam kelas sangat dominan. Siswa bersifat pasif menerima informasi. Hal itu sebagai dampak dari proses belajar yang mengutamakan materi dan penguasaan materi. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Sistem penilaian berdasarkan Kurikulum 1952 hampir sama dengan Kurikulum 1942, yakni dilakukan melalui ulangan harian, ulangan umum catur wulan dan ujian penghabisan. Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai dasar untuk menentukan apakah seorang siswa naik atau tinggal kelas. Apabila seorang siswa belum mencapai minimal nilai 6 dalam ulangan umum catur wulan, yang bersangkutan mengikuti ulangan perbaikan (her). Ujian Penghabisan yang kemudian diubah namanya menjadi Ujian Negara pada sekitar tahun 1958, digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dapat dinyatakan lulus jika memiliki maksimal nilai 5 sebanyak 4 mata pelajaran atau equivalennya (nilai 4 ekuivalen dengan dua nilai 5, nilai 3 ekuivalen dengan 3 nilai 5).
Referensi:
http://kangdaengnaba.blogspot.com/2012/08/kurikulum-smp-1952.html
http://devita-rahmawati.blogspot.com/2011/05/kurikulum-pendidikan-indonesia.html
http://blog.tp.ac.id/pelaksanaan-kurikulum-pendidikan-di-indonesia
KURIKULUM SMP 1947
KURIKULUM SMP 1947
Lahirnya kurikulum SMP 1947 - yang pada saat itu lebih dikenal dengan sebutan Rentjana Peladjaran - tidak terlepas dari perubahan situasi politik saat itu. Deklarasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 berdampak langsung pada dunia pendidikan. Sistem pendidikan yang pada awalnya berbasis pada penjajah, baik Belanda maupun Jepang, berubah menjadi sistem pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan Bangsa Indonesia. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut landasan idiil, tujuan pendidikan, sistem persekolahan, dan kesempatan betajar bagi rakyat Indonesia.
Untuk menuju kepada pembaharuan pendidikan, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) sebagai badan vang bertanggungjawab atas pendidikan mengusulkan sembilan butir pemikiran pendidikan kepada kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia pada tanggal 29 Desember 1945, sebagai berikut :
1. Untuk menyusun masyarakat diperlukan adanya perubahan pendidikan dan pengajaran. Paham perseorangan diganti dengan paham kesusilaan dan peri kemanusiaan. Pendidikan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai tanggung jawab;
2. Pendirian semacam sekolah untuk segala lapisan, yang tidak memandang status sosial dan jenis kelamin, sangat diperlukan guna memperkuat persatuan
3. Metodik yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sekolah kerja agar aktivitasnya kepada pekerjaan dapat berkembang. Selain itu diperlukan perguruan yang diperuntukan bagi orang dewasa yang bertujuan memberantas buta huruf dan seterusnya hingga bersifat Taman llmu Rakyat dengan tetap memperhadkan isi pada butir 1. Di samping perguruan semacam itu, diperlukan juga perguruan pemimpin masyarakat (semacam pusat pelatihan di setiap Departemen) untuk tiap-tiap lapangan usaha yang penting. Pelaksanaan perguruan seperti itu hendaknya diadakan oleh kantor pusat masing-masing.
4. Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur dan seksama, hingga cukup mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Tentang cara melakukan ini, sebaiknya Kementerian mengadakan perundingan dengan Badan Pekerja. Selain itu Madrasah dan pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat jelata hendaknya mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.
5. Pengajaran tinggi hendaknya seluas-luasnya dan jika perlu dengan menggunakan bantuan bangsa asing sebagai guru besar. Selain itu diusahakan pula pengiriman pelajar ke luar negeri untuk keperluan negara.
6. Kewajiban belajar dengan lambat laun dijalankan dengan ketentuan bahwa dalam tempo yang sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun dapat berlaku.
7. Pengajaran dan ekonomi temtama pengajaran pertanian, industri, dan perikanan hendaklah mendapat perhatian khusus.
8. Pengaiaran kesehatan dan olahraga hendaknya diatur sebaik-baiknya untuk menciptakan kecerdasan rakyat yang seimbang.
9. Disekolah rendah tidak dipungut uang sekolah. Untuk Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi hendaknya diadakan aturan pembayaran dan tunjangan yang luas sehingga persoalan itu tidak menjadi penghalang bagi pelaiar-pelaiar yang kurang mampu.
Istilah kurikulum saat itu disebut dengan Rentjana Peladjaran. Oleh karena itu Rentjana Peladjaran 1947 disebut sebagai Kurikulum 1947. Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama yang diciptakan oleh bangsa Indonesia dengan dasar landasan hukum yang berlaku di lndonesia. Pendidikan sebelumnya berdasarkan kepentingan penjajah. Dasar dan tujuan pendidikan dirumuskan oleh penjaiah. Namun, mulai kurikulum 1947 dasar hukumnya mengikuti dasar hukum yang berlaku di Indonesia sebagai negara yang merdeka.
Landasan idiil pendidikan di Indonesia yang dianut dalam kurikulum I947 adalah Pancasila yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila tidak hanya sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia, tetapi juga sebagai landasan idiil pendidikan di Indonesia. Meskipun pada perkembangannya terjadi perubahan Undang-Undang Dasar, Pancasila tetap menjadi landasan idiil pendidikan Indonesia.
Landasan konstitusional pendidikan nasional yang juga sebagai dasar konstitusional kurikulum 1947 adalah adalah UUD l945. Berlakunya UUD 1945 di negara Indonesia meniadi acuan semua produk hukum yang ada pada saat itu, tak terkecuali semua peraturan yang ada kaitannya dengan pendidikan.
Tetapi berlakunya kurikulum 1947 tidak diiringi landasan operasional yang berupa undang-undang pendidikan. Saat itu yang paling penting adalah mengubah landasan dasar pendidikan. Jangan sampai landasan pendidikan di negara Indonesia yang sudah merdeka masih menggunakan dasar pendidikan yang dirumuskan oleh penjajah. Namun pada saat itu bukan berarti tidak ada usaha yang dilakukan oleh Panitia Penyelidik Pendidikan dan pengajaran untuk membuat undang-undang pendidikan sebagai landasan operasional pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hanya saja terkendala oleh faktor politik. Saat itu belum sempat merumuskan undang-undang pendidikan, karena pada tanggal 1 Juli 1947 terjadi clash (Perang Kemerdekaan) pertama, karena Belanda bermaksud menduduki kembali wilayah negara RI.
Sebagaimana dikemukakan pada baglan sebelumnya bahwa lahirnya kurikulum 1947 tidak terlepas dari perang kemerdekaan. Kemerdekaan yang diraih pada tahun 1945 menjadi dasar untuk mengubah sistem pendidikan yang telah berlangsung selama itu, termasuk kurikulumnya. Semua yang berkiblat pada penjajah diubah haluannya untuk berpusat pada negara sendiri, Indonesia. Isi kurikulum yang berlaku pada saat Jepang menjajah tahun 1942 diubah dan disesuaikan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Beberapa perubahan dilakukan, di antaranya bahasa Inggns menjadi pelajaran wajib, bahasa daerah mulai diajarkan, bahasa Belanda dan Jepang dihapus, pendidikan agama yang sebelumnya tidak ada dimunculkan sebagai konsekuensi bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, isi materi mata pelajaran ilmu bumi, sejarah berpusat pada negara Indonesia.
Berikut ini isi kurikulum yang dimaksud :
1. Bahasa Indonesia
2. Bahasa Daerah
3. Bahasa Inggris
4. Berhitung
5. Ilmu Ukur
6. Ilmu Alam
7. Ilmu Hayat
8. IImu Bumi
9. Sejarah Taranegara
10. Pengetahuan Dagang
11. Seni Suara
12. Menggambar
13. Pekerjaan Tangan
14. Pendidikan Jasmani
15. Budi Pekerti
16. Agama
Struktur kurikulum SMP tahun 1947 berbeda dibandingkan dengan strukrur kurikulum SMP yang berlaku pada zaman Jepang tahun 1942. Perubahan yang terjadi adalah sekolah menengah hasil ciptaan Jepang diubah menjadi SMP dengan masa studi tiga tahun. Mereka yang telah menempuh 3 tahun dan lulus berhak melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Perubahan kedua adalah pada kelas 3 diadakan deferensiasi lagi menjadi dua jurusan, yaitu bagian A bagi jurusan Bahasa dan Pengetahuan Sosial, dan bagian B untuk jurusan Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam. Berikut ini adalah struktur kurikulum SMP 1947 yang disebut sebagai Rencana Pelajaran 1947.
Tabel 1. Struktur Kurikulum SMP 1947
No Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
I II III A III B
1 Bahasa Indonesa 6 6 6 5
2 Bahasa Daerah 2 2 3 2
3 Bahasa Inggris 3 3 4 3
4 Berhitung 4 4 2 4
5 Ilmu Ukur 3 3 - 3
6 Ilmu Alam 2 3 2 5
7 Ilmu Hayat 2 2 2 2
8 Ilmu Bumi 2 2 3 2
9 Sejarah Tatanegara 2 2 3 2
10 Pengetahuan Dagang - 1 2 -
11 Seni Suara 1 1 1 1
12 Menggambar 1 1 1 1
13 Pekerjaan Tangan 1 1 1 1
14 Pendidikan Jasmani 3 3 3 3
15 Budi Pekerti - - - -
16 Agama 2 2 2 2
Jumlah 34 36 35 37
Proses pembelajaran yang dilakukan saat itu lebih ditekankan pada pemahaman materi yang berpusat pada wilayah Indonesia. Materi-materi pelajaran yang sebelumnya berkiblat pada penjajah diubah menjadi berpusat pada Indonesia. Proses belajar mengajar sebagai pelaksanaan kurikulum tahun 1947 mengacu pada usaha terwujudnya tujuan pendidikan nasional, yaitu pembentukan warga negara yang sejati yang sanggup menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan bangsa Indonesia. Untuk itu kegiatan belajar mengajar mengacu pada uasaha pembentukan warga negara yang sejati. Oleh karena itu kegiatan belaiar mengajar memperhatikan prinsip-prinsip yang mengarah pada tuiuan yang dimaksud. Prinsip-prinsip proses belalar yang menjadi acuan adalah :
1. Dapat meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang MahaEsa;
2. Dapat menimbulkan perasaan cinta kepada alam;
3. Membangkitkan nasionalisme;
4. Memupuk perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak;
5. Membangkitkan perasaan cinta kepada Bangsa dan Kebudayaan Nasional;
6. Menimbulkan kesadaran akan kewajiban dan peran serta warga negara dalam memajukan negara;
7. Menimbulkan kesadaran warga negara untuk tunduk pada hukum yang berlaku;
8. Membarrgkitkan keyakinan dan kesadaran bahwa pada dasamya manusia itu sama harganya, sebab itu hubungan sesama anggota masyarakat harus bersifat hormat-menghormati, berdasarkan atas rasa keadilan, dengan berpegang reguh atas harga diri sendiri; dan
9. Membangkitkan kesadaran bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu pada kewajibannya, dalam pikiran dan tindakannya.
Penilaian hasil belajar siswa dilakukan beberapa kali melalui ulangan harian, ulangan catur wulan, dan Ujian Penghabisan. Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dilakukan oreh guru dan dijadikan sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam rapor dan penentuan kenaikan kelas, sedangkan Ujian Penghabisan dikoordinasikan oleh rayon (karesidenan) untuk menentukan kelulusan siswa. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian (esai). Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai dasar untuk menentukan apakah seorang siswa naik atau tinggal kelas. Apabila seorang siswa belum mencapai minimal nilai 6 dalam ulangan catur wulan, yang bersangkutan mengikut, ulangan perbaikan (her).
Ujian penghabisan digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dapat dinyatakan lulus jika memperoleh nilai rata-rata 6 untuk semua mata pelajaran, diperkenankan maksimal ada nilai 5 (nilai kurang) sebanyak 4 mata pelajaran atau ekuivalennya (nilai 4 ekuivalen dengan dua nilai 5). Tidak boleh ada nilai lebih kecil dari pada 4 (nilai 3 disebut angka mati). Ujian penghabisan diselenggarakan oleh rayon dengan soal yang dibuat oleh Pusat (Inspeksi pusat SMP, Jawatan Pengajaran, Kementrian Pengajaran dan Kebudayaan).
Referensi :
Depdiknas. 2010. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP. Jakarta : Depdiknas
Lahirnya kurikulum SMP 1947 - yang pada saat itu lebih dikenal dengan sebutan Rentjana Peladjaran - tidak terlepas dari perubahan situasi politik saat itu. Deklarasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 berdampak langsung pada dunia pendidikan. Sistem pendidikan yang pada awalnya berbasis pada penjajah, baik Belanda maupun Jepang, berubah menjadi sistem pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan Bangsa Indonesia. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut landasan idiil, tujuan pendidikan, sistem persekolahan, dan kesempatan betajar bagi rakyat Indonesia.
Untuk menuju kepada pembaharuan pendidikan, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) sebagai badan vang bertanggungjawab atas pendidikan mengusulkan sembilan butir pemikiran pendidikan kepada kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia pada tanggal 29 Desember 1945, sebagai berikut :
1. Untuk menyusun masyarakat diperlukan adanya perubahan pendidikan dan pengajaran. Paham perseorangan diganti dengan paham kesusilaan dan peri kemanusiaan. Pendidikan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai tanggung jawab;
2. Pendirian semacam sekolah untuk segala lapisan, yang tidak memandang status sosial dan jenis kelamin, sangat diperlukan guna memperkuat persatuan
3. Metodik yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sekolah kerja agar aktivitasnya kepada pekerjaan dapat berkembang. Selain itu diperlukan perguruan yang diperuntukan bagi orang dewasa yang bertujuan memberantas buta huruf dan seterusnya hingga bersifat Taman llmu Rakyat dengan tetap memperhadkan isi pada butir 1. Di samping perguruan semacam itu, diperlukan juga perguruan pemimpin masyarakat (semacam pusat pelatihan di setiap Departemen) untuk tiap-tiap lapangan usaha yang penting. Pelaksanaan perguruan seperti itu hendaknya diadakan oleh kantor pusat masing-masing.
4. Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur dan seksama, hingga cukup mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Tentang cara melakukan ini, sebaiknya Kementerian mengadakan perundingan dengan Badan Pekerja. Selain itu Madrasah dan pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat jelata hendaknya mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.
5. Pengajaran tinggi hendaknya seluas-luasnya dan jika perlu dengan menggunakan bantuan bangsa asing sebagai guru besar. Selain itu diusahakan pula pengiriman pelajar ke luar negeri untuk keperluan negara.
6. Kewajiban belajar dengan lambat laun dijalankan dengan ketentuan bahwa dalam tempo yang sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun dapat berlaku.
7. Pengajaran dan ekonomi temtama pengajaran pertanian, industri, dan perikanan hendaklah mendapat perhatian khusus.
8. Pengaiaran kesehatan dan olahraga hendaknya diatur sebaik-baiknya untuk menciptakan kecerdasan rakyat yang seimbang.
9. Disekolah rendah tidak dipungut uang sekolah. Untuk Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi hendaknya diadakan aturan pembayaran dan tunjangan yang luas sehingga persoalan itu tidak menjadi penghalang bagi pelaiar-pelaiar yang kurang mampu.
Istilah kurikulum saat itu disebut dengan Rentjana Peladjaran. Oleh karena itu Rentjana Peladjaran 1947 disebut sebagai Kurikulum 1947. Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama yang diciptakan oleh bangsa Indonesia dengan dasar landasan hukum yang berlaku di lndonesia. Pendidikan sebelumnya berdasarkan kepentingan penjajah. Dasar dan tujuan pendidikan dirumuskan oleh penjaiah. Namun, mulai kurikulum 1947 dasar hukumnya mengikuti dasar hukum yang berlaku di Indonesia sebagai negara yang merdeka.
Landasan idiil pendidikan di Indonesia yang dianut dalam kurikulum I947 adalah Pancasila yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila tidak hanya sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia, tetapi juga sebagai landasan idiil pendidikan di Indonesia. Meskipun pada perkembangannya terjadi perubahan Undang-Undang Dasar, Pancasila tetap menjadi landasan idiil pendidikan Indonesia.
Landasan konstitusional pendidikan nasional yang juga sebagai dasar konstitusional kurikulum 1947 adalah adalah UUD l945. Berlakunya UUD 1945 di negara Indonesia meniadi acuan semua produk hukum yang ada pada saat itu, tak terkecuali semua peraturan yang ada kaitannya dengan pendidikan.
Tetapi berlakunya kurikulum 1947 tidak diiringi landasan operasional yang berupa undang-undang pendidikan. Saat itu yang paling penting adalah mengubah landasan dasar pendidikan. Jangan sampai landasan pendidikan di negara Indonesia yang sudah merdeka masih menggunakan dasar pendidikan yang dirumuskan oleh penjajah. Namun pada saat itu bukan berarti tidak ada usaha yang dilakukan oleh Panitia Penyelidik Pendidikan dan pengajaran untuk membuat undang-undang pendidikan sebagai landasan operasional pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hanya saja terkendala oleh faktor politik. Saat itu belum sempat merumuskan undang-undang pendidikan, karena pada tanggal 1 Juli 1947 terjadi clash (Perang Kemerdekaan) pertama, karena Belanda bermaksud menduduki kembali wilayah negara RI.
Sebagaimana dikemukakan pada baglan sebelumnya bahwa lahirnya kurikulum 1947 tidak terlepas dari perang kemerdekaan. Kemerdekaan yang diraih pada tahun 1945 menjadi dasar untuk mengubah sistem pendidikan yang telah berlangsung selama itu, termasuk kurikulumnya. Semua yang berkiblat pada penjajah diubah haluannya untuk berpusat pada negara sendiri, Indonesia. Isi kurikulum yang berlaku pada saat Jepang menjajah tahun 1942 diubah dan disesuaikan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Beberapa perubahan dilakukan, di antaranya bahasa Inggns menjadi pelajaran wajib, bahasa daerah mulai diajarkan, bahasa Belanda dan Jepang dihapus, pendidikan agama yang sebelumnya tidak ada dimunculkan sebagai konsekuensi bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, isi materi mata pelajaran ilmu bumi, sejarah berpusat pada negara Indonesia.
Berikut ini isi kurikulum yang dimaksud :
1. Bahasa Indonesia
2. Bahasa Daerah
3. Bahasa Inggris
4. Berhitung
5. Ilmu Ukur
6. Ilmu Alam
7. Ilmu Hayat
8. IImu Bumi
9. Sejarah Taranegara
10. Pengetahuan Dagang
11. Seni Suara
12. Menggambar
13. Pekerjaan Tangan
14. Pendidikan Jasmani
15. Budi Pekerti
16. Agama
Struktur kurikulum SMP tahun 1947 berbeda dibandingkan dengan strukrur kurikulum SMP yang berlaku pada zaman Jepang tahun 1942. Perubahan yang terjadi adalah sekolah menengah hasil ciptaan Jepang diubah menjadi SMP dengan masa studi tiga tahun. Mereka yang telah menempuh 3 tahun dan lulus berhak melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Perubahan kedua adalah pada kelas 3 diadakan deferensiasi lagi menjadi dua jurusan, yaitu bagian A bagi jurusan Bahasa dan Pengetahuan Sosial, dan bagian B untuk jurusan Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam. Berikut ini adalah struktur kurikulum SMP 1947 yang disebut sebagai Rencana Pelajaran 1947.
Tabel 1. Struktur Kurikulum SMP 1947
No Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
I II III A III B
1 Bahasa Indonesa 6 6 6 5
2 Bahasa Daerah 2 2 3 2
3 Bahasa Inggris 3 3 4 3
4 Berhitung 4 4 2 4
5 Ilmu Ukur 3 3 - 3
6 Ilmu Alam 2 3 2 5
7 Ilmu Hayat 2 2 2 2
8 Ilmu Bumi 2 2 3 2
9 Sejarah Tatanegara 2 2 3 2
10 Pengetahuan Dagang - 1 2 -
11 Seni Suara 1 1 1 1
12 Menggambar 1 1 1 1
13 Pekerjaan Tangan 1 1 1 1
14 Pendidikan Jasmani 3 3 3 3
15 Budi Pekerti - - - -
16 Agama 2 2 2 2
Jumlah 34 36 35 37
Proses pembelajaran yang dilakukan saat itu lebih ditekankan pada pemahaman materi yang berpusat pada wilayah Indonesia. Materi-materi pelajaran yang sebelumnya berkiblat pada penjajah diubah menjadi berpusat pada Indonesia. Proses belajar mengajar sebagai pelaksanaan kurikulum tahun 1947 mengacu pada usaha terwujudnya tujuan pendidikan nasional, yaitu pembentukan warga negara yang sejati yang sanggup menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan bangsa Indonesia. Untuk itu kegiatan belajar mengajar mengacu pada uasaha pembentukan warga negara yang sejati. Oleh karena itu kegiatan belaiar mengajar memperhatikan prinsip-prinsip yang mengarah pada tuiuan yang dimaksud. Prinsip-prinsip proses belalar yang menjadi acuan adalah :
1. Dapat meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang MahaEsa;
2. Dapat menimbulkan perasaan cinta kepada alam;
3. Membangkitkan nasionalisme;
4. Memupuk perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak;
5. Membangkitkan perasaan cinta kepada Bangsa dan Kebudayaan Nasional;
6. Menimbulkan kesadaran akan kewajiban dan peran serta warga negara dalam memajukan negara;
7. Menimbulkan kesadaran warga negara untuk tunduk pada hukum yang berlaku;
8. Membarrgkitkan keyakinan dan kesadaran bahwa pada dasamya manusia itu sama harganya, sebab itu hubungan sesama anggota masyarakat harus bersifat hormat-menghormati, berdasarkan atas rasa keadilan, dengan berpegang reguh atas harga diri sendiri; dan
9. Membangkitkan kesadaran bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu pada kewajibannya, dalam pikiran dan tindakannya.
Penilaian hasil belajar siswa dilakukan beberapa kali melalui ulangan harian, ulangan catur wulan, dan Ujian Penghabisan. Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dilakukan oreh guru dan dijadikan sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam rapor dan penentuan kenaikan kelas, sedangkan Ujian Penghabisan dikoordinasikan oleh rayon (karesidenan) untuk menentukan kelulusan siswa. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian (esai). Ulangan harian dan ulangan umum catur wulan dipakai sebagai dasar untuk menentukan apakah seorang siswa naik atau tinggal kelas. Apabila seorang siswa belum mencapai minimal nilai 6 dalam ulangan catur wulan, yang bersangkutan mengikut, ulangan perbaikan (her).
Ujian penghabisan digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dapat dinyatakan lulus jika memperoleh nilai rata-rata 6 untuk semua mata pelajaran, diperkenankan maksimal ada nilai 5 (nilai kurang) sebanyak 4 mata pelajaran atau ekuivalennya (nilai 4 ekuivalen dengan dua nilai 5). Tidak boleh ada nilai lebih kecil dari pada 4 (nilai 3 disebut angka mati). Ujian penghabisan diselenggarakan oleh rayon dengan soal yang dibuat oleh Pusat (Inspeksi pusat SMP, Jawatan Pengajaran, Kementrian Pengajaran dan Kebudayaan).
Referensi :
Depdiknas. 2010. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP. Jakarta : Depdiknas
KURIKULUM 2013
A - Kurikulum 2013 yang akan diberlakukan mulai bulan Juli mendatang diyakini berdampak kepada rendahnya mutu guru yang tidak siap mengimplementasikan.
"Di lapangan, kami mendapati fakta bahwa guru belum mengerti dan memahami Kurikulum 2013, sedangkan waktu untuk rencana implementasi sangat pendek," kata pemerhati pendidikan Komunitas Katolik dan Protestan Peduli Pendidikan Indonesia (K2P3I), Romo Benny Susetyo, dalam jumpa pers di kantor Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Cikini Jakarta Pusat, tadi malam.
Menurutnya, rentang waktu dua bulan dari sekarang tidak realistis untuk melaksanakan kurikulum baru yang isinya berubah total dari kurikulum yang sedang berjalan saat ini.
Selain itu, lanjut Romo Benny, Kurikulum 2013 yang tergesa-gesa tanpa persiapan dan sosialisasi matang juga akan mengorbankan anak didik. Pasalnya, kebijakan pemerintah ini tidak memahami esensi bahwa pendidikan adalah proses menjadi manusia yang cerdas, rasional dan dewasa.
"Materi-materi dalam Kurikulum 2013 mereduksi akal sehat ke dalam ketaatan yang buta. Kami memandang perlunya direvisi ulang materi-materi itu yang bertolak belakang satu sama lain dengan logika akal sehat," jelasnya.
Romo Benny menambahkan, dampak implementasi Kurikulum 2013 adalah adanya kebijakan menghapus beberapa mata pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMKK yang dapat mengakibatkan para guru kehilangan pekerjaan, kesempatan berkarir, kesempatan mengembangkan pengatahuan, dan kehilangan tunjangan profesi pendidikan.
"Tidak masuk akal kalau mereka diharuskan mengajar mata pelajaran yang bukan bidang keahliannya. Hal ini menyebabkan peserta didik menjadi korban. Pertimbangan pemerintah yang memberi jaminan para guru tidak kehilangan pekerjaan, menurut kami adalah cara berpikir yang menyederhanakan persoalan karena mengabaikan fakta adanya spesialisasi dari guru untuk mengampu mata pelajaran tertentu," beber Romo Benny.
Selanjutnya dikatakan, pemerintah dan DPR didesak menunda pelaksanaan Kurikulum 2013. Sebab proses pembuatan kurikulum tanpa perencanaan yang matang dan studi evaluasi terhadap efektifitas atau kegagalan kurikulum sebelumnya.
Demikian disampaikan pemerhati pendidikan dari Komunitas Katolik dan Protestan Peduli Pendidikan Indonesia (K2P3I), Jeirry Sumampow, dalam jumpa pers di acara yang sama, tadi malam.
Menurutnya, untuk mengubah sebuah kurikulum perlu didahului dengan penelitian dan studi yang komperehensif, bukan asumsi dan opini dari segelintir orang yang berkuasa.
Jeirry menambahkan, sebenarnya, konsep Kurikulum 2013 yang akan diberlakukan pada Juli mendatang mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Termasuk semua guru besar di Indonesia. Penolakan ini disuarakan dengan berbagai alasan, seperti filosofi pendidikan, materi kurikulum, teknis implementasi di lapangan sampai sempitnya waktu untuk penerapan.
K2P3I menganggap Kurikulum 2013 dibuat tergesa-gesa, tanpa evaluasi, penelitian dan uji coba. Kurikulum diyakini tidak mencerdaskan bangsa karena banyak mata pelajaran yang dilebur menjadi satu.
"Cara berpikir ini membuat pendidikan kita tidak maju karena selalu dipasung oleh kekuasaan. Kami minta pengambil kebijakan secara bijaksana merenungkan kembali hakikat Kurikulum 2013. Apakah didasari oleh motif kekuasaan atau proses pencerdasan bangsa," jelas Jeirry.
"Di lapangan, kami mendapati fakta bahwa guru belum mengerti dan memahami Kurikulum 2013, sedangkan waktu untuk rencana implementasi sangat pendek," kata pemerhati pendidikan Komunitas Katolik dan Protestan Peduli Pendidikan Indonesia (K2P3I), Romo Benny Susetyo, dalam jumpa pers di kantor Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Cikini Jakarta Pusat, tadi malam.
Menurutnya, rentang waktu dua bulan dari sekarang tidak realistis untuk melaksanakan kurikulum baru yang isinya berubah total dari kurikulum yang sedang berjalan saat ini.
Selain itu, lanjut Romo Benny, Kurikulum 2013 yang tergesa-gesa tanpa persiapan dan sosialisasi matang juga akan mengorbankan anak didik. Pasalnya, kebijakan pemerintah ini tidak memahami esensi bahwa pendidikan adalah proses menjadi manusia yang cerdas, rasional dan dewasa.
"Materi-materi dalam Kurikulum 2013 mereduksi akal sehat ke dalam ketaatan yang buta. Kami memandang perlunya direvisi ulang materi-materi itu yang bertolak belakang satu sama lain dengan logika akal sehat," jelasnya.
Romo Benny menambahkan, dampak implementasi Kurikulum 2013 adalah adanya kebijakan menghapus beberapa mata pelajaran di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMKK yang dapat mengakibatkan para guru kehilangan pekerjaan, kesempatan berkarir, kesempatan mengembangkan pengatahuan, dan kehilangan tunjangan profesi pendidikan.
"Tidak masuk akal kalau mereka diharuskan mengajar mata pelajaran yang bukan bidang keahliannya. Hal ini menyebabkan peserta didik menjadi korban. Pertimbangan pemerintah yang memberi jaminan para guru tidak kehilangan pekerjaan, menurut kami adalah cara berpikir yang menyederhanakan persoalan karena mengabaikan fakta adanya spesialisasi dari guru untuk mengampu mata pelajaran tertentu," beber Romo Benny.
Selanjutnya dikatakan, pemerintah dan DPR didesak menunda pelaksanaan Kurikulum 2013. Sebab proses pembuatan kurikulum tanpa perencanaan yang matang dan studi evaluasi terhadap efektifitas atau kegagalan kurikulum sebelumnya.
Demikian disampaikan pemerhati pendidikan dari Komunitas Katolik dan Protestan Peduli Pendidikan Indonesia (K2P3I), Jeirry Sumampow, dalam jumpa pers di acara yang sama, tadi malam.
Menurutnya, untuk mengubah sebuah kurikulum perlu didahului dengan penelitian dan studi yang komperehensif, bukan asumsi dan opini dari segelintir orang yang berkuasa.
Jeirry menambahkan, sebenarnya, konsep Kurikulum 2013 yang akan diberlakukan pada Juli mendatang mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Termasuk semua guru besar di Indonesia. Penolakan ini disuarakan dengan berbagai alasan, seperti filosofi pendidikan, materi kurikulum, teknis implementasi di lapangan sampai sempitnya waktu untuk penerapan.
K2P3I menganggap Kurikulum 2013 dibuat tergesa-gesa, tanpa evaluasi, penelitian dan uji coba. Kurikulum diyakini tidak mencerdaskan bangsa karena banyak mata pelajaran yang dilebur menjadi satu.
"Cara berpikir ini membuat pendidikan kita tidak maju karena selalu dipasung oleh kekuasaan. Kami minta pengambil kebijakan secara bijaksana merenungkan kembali hakikat Kurikulum 2013. Apakah didasari oleh motif kekuasaan atau proses pencerdasan bangsa," jelas Jeirry.
ISLAM DAN BUDAYA JAWA
I. PENDAHULUAN
Jawa merupakan sebuah pulau dan suku yang terdapat di Indonesia, yang meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan lain-lain dan setiap daerah mempunyai karakter budaya yang berbeda-beda. Masyarakat Jawa dipercaya memiliki kebudayaan khas dan berhubungan masyarakat Jawa menunjuk pada orang-orang yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang-orang yang menjujung tinggi sifat-sifat luhur dan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Jawa. Dalam konteks Indonesia kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang berpengaruh penting karena memiliki arti yang penting bagi masyarakat Jawa karena mayoritas masyarakat Jawa memeluk agama Islam dengan demikian hubungan nilai-nilai Islam dengan kebudayaan Jawa menjadi menarik karena keberadaan Islam.
Proses Islamisasi di Jawa yang dimotori oleh kaum sufi, telah membawa perubahan-perubahan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. Salah satu karakteristik orang Jawa adalah kebiasaan hidup dalam suasana mistis, mistik sebagai sikap hidup, pola piker dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Al-Payami, 1992:113). Dengan demikian kedatangan agama Islam yang membawa ajaran esoteric, mengajarkan mistik, tidak membuat masyarakat Jawa kaget dan gumun. Di sini terjadi pergumulan mistik Islam dengan mistik Jawa. Pada dasarnya bertemunya dua ajaran yang memiliki dasar dan ajaran berbeda. Bertemu dalam satu medium, terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain, yang akhirnya sama-sama menjadi sikap dan falsafah hidup.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Islam, Kebudayaan Jawa
B. Ciri-ciri Orang Jawa
C. Tujuan Mempelajari IBJ
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam dan Kebudayaan Jawa
1. Pengertian Islam
Islam Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk Aslama-Yuslimu-Islaman yang artinya pasrah, tunduk. Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya . Rasulullah SAW banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, misalnya: taslimu qalbi (penyerahan hati), salamatunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti oranglain dengan lisan dan tangan). Semua perkara ini disebut Rasulullah sebagai Islam, mengandung arti penyerahan diri, ketundukan dan kepatuhan yang nyata . Dalam sebuah riwayat disebutkan tentang Islam, sebagaimana berikut:
الإسلامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ وَ تُقِيْمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوْضَةَ وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ وَ تُحِجَّ الْبَيْتَ
Artinya: “Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik kepada-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah” (HR. Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Su’alu Jibril ‘an Nabi SAW ‘anil Iman wa Islam wa Ikhsan, no.50).
Harun Nasution dalam bukunya Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya menyebutkan, Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada ummat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Dalam KBBI disebutkan bahwa Islam adalah agama yg diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. berpedoman pada kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT .
Islam lahir di Makkah, ajaran Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul (utusan) Tuhan untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang ajarannya berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Setelah dipimpin oleh Nabi langsung dan di teruskan oleh sahabat-sahabatnya yang di juluki Khulafaur-Rasyidin, Islam mulai berkembang pesat akibat ekspansi yang dilakukan oleh daulah Islam setelahnya, seperti Bani Abbasiyah dan Umayyah. Ajaran Islam kemudian menyebar ke daerah–daerah luar jazirah Arab. Maka segera bertemu dengan berbagai peradaban dan budaya lokal yang sudah mengakar selama berabad–abad. Negeri-negeri yang sudah di datangi Islam seperti Mesir, Siria dan Negara Jazirah yang lain sudah lama mengenal filsafat Yunani, ajaran Hindu Budha, Majusi, dan Nasrani. Dengan demikian Islam yang tersebar senantiasa mengalami penyesuaian dengan lingkungan dan peradaban dan kebudayaan setempat, begitu pula yang terjadi di tanah Jawa.
Islam dengan risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah agama universal, ajarannya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan yang meliputi keimanan dan peribadatan, serta mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan lingkungannya yang disebut mu’amalah .
Adapun ciri-ciri Islam dapat dilihat dalam berbagai konsep yang dibawanya, yakni:
Pertama, Konsep teologi Islam yang di dasarkan pada prinsip tauhid sebagai konsep monotheisme dengan kadar paling tinggi. Konsep tauhid ini melahirkan wawasan kesatuan moral, kesatuan sosial, kesatuan ritual bahkan malah memberikan kesatuan identitas kultular.
Kedua, Konsep kedudukan manusia, dalam hubunganya dengan tuhan (hablum minallah), hubunganya dengan sesama manusia (hablum minannas), bahkan sesama makhluk, juga hubunganya dengan alam semesta. Hubungan-hubungan tersebut berada dalam jaringan kerja peribadatan dan kekhilafahan,yaitu fungsi ibadah dan fungsi khilafah.
Ketiga, konsep keilmuan sebagai bagian integratif dari kehidupan manusia. Wahyu perdana dari Al-Qur’an di samping membuat deklarasi kholaqol insan (Dia telah menciptakan manusia) juga mendeklarasikan alamal insan (Dia mengajarkan kepada manusia). Manusia ini selain di ciptakan oleh Allah,juga di beri kecerdasan ilmiah. Konsep ini ada kaitanya dengan janji Allah tentang Taskhiru ma fis samawati wa ma fil ardhi (apa yang ada di langit dan di bumi di peruntukan bagi manusia)
Keempat, Konsep ibadah dalam Islam. Disamping menyentuh aspek-aspek ritual, juga menyentuh aspek-aspek sosial dan juga aspek kultural .
2. Pengertian Kebudayaan Jawa dan Batasan Wilayahnya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya diartikan pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yg sudah berkembang (beradab, maju), sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah. Sedangkan Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia spt kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sbg makhluk sosial yg digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yg menjadi pedoman tingkah lakunya .
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat di artikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari budi daya yang berarti daya dari budi. Sehingga di bedakan antara budaya yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, rasa, karsa, dengan kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, rasa, karsa .
Sedangkan menurut Clyde Kluchohn, kebudayaan adalah suatu sistem menyeluruh yang terbentuk oleh sejarah meliputi kehidupan manusia yang cenderung mempengaruhi pola hidup suatu kelompok .
Selanjutnya menurut konsep konsep B.Malinowske, kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur universal yakni :
a. Bahasa
b. Sistem Teknologi
c. Sistem mata pencaharia (ekonomi)
d. Organisasi sosial
e. Sistem pengetahuan
f. Religi
g. Kesenian .
Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan masyarakat asli Jawa yang telah berkembang semenjak masa prasejarah. Sebagai halnya suku-suku sederhana lainnya budaya asli Jawa ini bertumpu dari religi animisme dan dinamisme. Dasar pikiran dalam religi animisme dan dinamisme bahwa dunia ini juga didiami oleh roh-roh halus termasuk roh nenek moyang dan juga kekuatan-kekuatan (daya-daya) ghaib .
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diambil kesimpulkan bahwa kebudayaan Jawa adalah sebuah sistem yang mencakup bahasa, sistem teknologi, mata pencaharian, organisasi sosial, corak berpikir, sistem kegamaan dan kesenian yang dianut dan dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Sedangkan yang dimaksud dengan islam dan kebudayaan Jawa adalah ajaran islam yang berkembang dan berjalan selaras dengan kebudayaaan masyarakat Jawa.
Menurut R. Wordward ciri Islam Jawa adalah kecepatan dan kedalamannya mempenetrasi masyarakat Hindu-Budha yang paling maju (sopheisticated). Hal ini dapat dilihat dari muatan karya sastra yang berpatronase dengan keraton seperti serat salokajiwa karya Ranggawarsita dan serat centhini karya Pakubuwana V dan nilai-nilai sufisme; ritual sekatenan dikorelasikan dengan rekonstruksi sejarah islam jawa; ajaran-ajaran Islam dalam pewayangan, dan penekanan bentuk keberagaman yang mengedepankan kesalehan praktis pada masyarakat jawa.
B. Ciri-ciri Orang Jawa
Dalam antropologi budaya dikenal beragam suku dan budaya, salah satunya masyarakat atau suku Jawa. Masyarakat Jawa adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan ragam dialeknya secara turun-menurun. Suku bangsa Jawa adalah mereka yang bertempat tinggal di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, serta mereka yang berasal dari kedua daerah tersebut. Secara geografis suku bangsa Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi: Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Sedangkan di luar itu, dinamakan pesisir dan ujung timur. Surakarta dan Yogyakarta yang merupakan dua bekas kerajaan Mataram pada sekitar abad ke-XVI adalah pusat dari kebudayaan Jawa. Keduanya adalah tempat kerajaan terakhir dari pemerintahan Raja-raja Jawa.
Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar yang berdiam di negara Indonesia. Suku Jawa hidup dalam lingkup budaya yang sangat kental, yang mereka gunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat, bahkan mulai dari kehamilan sampai kematian. Menurut Sujamto, 1997 budaya Jawa memiki empat ciri-ciri utama, yaitu;
a. Religius
Sebelum agama-agama besar masuk ke Jawa, masyarakat Jawa sudah mempercayai kepercayaan adanya tuhan yang melindungi mereka, dan keberagaman agama itu semakin berkualitas dengan masuknya agama besar, seperti: Hindu, Budha Islam dan Kristen, yang menjadikan masyarakat Jawa mempunyai toleransi keagamaan yang besar.
b. Non doktriner
Artinya budaya Jawa itu luwes (fleksibel), karena sejak zaman dahulu masyarakat Jawa berpendapat bahwa perbedaan agama yang masuk sebenarnya hanya berbeda caranya saja, untuk menuju pada tercapainya satu tujuan yang sama.
c. Toleran
Masyarakat Jawa selalu mengutamakan gotong royong, selain itu juga bisa menerima perbedaan pendapat dan menghormati pendapat orang lain.
d. Akomodatif
Kebudayaan Jawa selain penuh dengan pelajaran-pelajaran mengenai budi pekerti luhur juga mau menerima masuknya budaya asing yang masuk yang sesuai dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dari ciri-ciri budaya Jawa diatas, memberikan corak, sifat dan kecenderungan yang khas bagi orang Jawa yang antara lain adalah:
1. Masyarakat Jawa identik dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan alias tidak suka to the poin.
2. Menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak berbicara. Hal ini bisa terlihat dengan adanya strata (tingkatan) bahasa dalam suku jawa.
3. Suku Jawa umumnya mereka lebih suka menyembunyikan perasaan. Menampik tawaran dengan halus demi sebuah etika dan sopan santun sikap yang dijaga.
4. Narimo ing pandum adalah salah satu konsep hidup yang dianut oleh Orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan segala keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Orang Jawa memang menyakini bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan tidak dapat ditentang begitu saja.
5. Ciri khas lain yang tak bisa di tinggalkan adalah sifat Gotong royong atau saling membantu sesama orang di lingkungan hidupnya apalagi lebih kentara sifat itu bila kita bertandang ke pelosok pelosok daerah suku Jawa di mana sikap gotong royong akan selalu terlihat di dalam setiap sendi kehidupannya baik itu suasana suka maupun duka.
6. Dan, yang tidak dapat kita abaikan adalah sikap hidup orang Jawa yang menejunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam interaksi antar personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata dan perbuatan untuk tidak menyakiti hati orang lain. Mereka begitu menghargai persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat penting. Mereka tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau terseinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan sebab bagi orang Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono artinya, harga diri seseorang dari lidahnya (omongannya), harga badan dari pakaian
C. Tujuan Mempelajari IBJ
Dalam nilai kearifan warisan budaya Jawa yang diajarkan kepada kita menuntut untuk pengkajian dan pemahaman akan budaya yang selama ini kita jalankan. Adapun tujuannya antara lain:
a. Mengetahui bagaimana Islam yang ada di Jawa.
b. Mengetahui isi kandungan ajaran Islam yang terdapat dalam budaya Jawa.
c. Mengetahui pesan-pesan moral yang terkandung dalam kebudayaan jawa
d. Menumbuhkan sikap arif dalam menyikapi berbagai jenis kebudayaan Jawa dan keberagaman ritual keagamaannya .
e. Memotivasi masyarakat untuk menumbuhkan rasa kesadaran kebudayaan.
f. Mengetahui hal-hal yang ada dalam sejarah masyarakat Jawa dan kebudayaan yang dibangunnya, serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap ajaran Islam yang sudah sejak lama mendiami dan berasimilasi satu sama lain
g. Menumbuhkan spiritualisme, mendorong masyarakat untuk mengimbangi derasnya arus konsumerisme budaya tersebut dalam era globalisasi melalui peningkatan pendidikan dan keimanan
Jawa merupakan sebuah pulau dan suku yang terdapat di Indonesia, yang meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan lain-lain dan setiap daerah mempunyai karakter budaya yang berbeda-beda. Masyarakat Jawa dipercaya memiliki kebudayaan khas dan berhubungan masyarakat Jawa menunjuk pada orang-orang yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang-orang yang menjujung tinggi sifat-sifat luhur dan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Jawa. Dalam konteks Indonesia kebudayaan Jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang berpengaruh penting karena memiliki arti yang penting bagi masyarakat Jawa karena mayoritas masyarakat Jawa memeluk agama Islam dengan demikian hubungan nilai-nilai Islam dengan kebudayaan Jawa menjadi menarik karena keberadaan Islam.
Proses Islamisasi di Jawa yang dimotori oleh kaum sufi, telah membawa perubahan-perubahan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. Salah satu karakteristik orang Jawa adalah kebiasaan hidup dalam suasana mistis, mistik sebagai sikap hidup, pola piker dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Al-Payami, 1992:113). Dengan demikian kedatangan agama Islam yang membawa ajaran esoteric, mengajarkan mistik, tidak membuat masyarakat Jawa kaget dan gumun. Di sini terjadi pergumulan mistik Islam dengan mistik Jawa. Pada dasarnya bertemunya dua ajaran yang memiliki dasar dan ajaran berbeda. Bertemu dalam satu medium, terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain, yang akhirnya sama-sama menjadi sikap dan falsafah hidup.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Islam, Kebudayaan Jawa
B. Ciri-ciri Orang Jawa
C. Tujuan Mempelajari IBJ
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam dan Kebudayaan Jawa
1. Pengertian Islam
Islam Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk Aslama-Yuslimu-Islaman yang artinya pasrah, tunduk. Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya . Rasulullah SAW banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, misalnya: taslimu qalbi (penyerahan hati), salamatunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti oranglain dengan lisan dan tangan). Semua perkara ini disebut Rasulullah sebagai Islam, mengandung arti penyerahan diri, ketundukan dan kepatuhan yang nyata . Dalam sebuah riwayat disebutkan tentang Islam, sebagaimana berikut:
الإسلامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ وَ تُقِيْمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوْضَةَ وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ وَ تُحِجَّ الْبَيْتَ
Artinya: “Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik kepada-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah” (HR. Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Su’alu Jibril ‘an Nabi SAW ‘anil Iman wa Islam wa Ikhsan, no.50).
Harun Nasution dalam bukunya Islam, ditinjau dari berbagai aspeknya menyebutkan, Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada ummat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Dalam KBBI disebutkan bahwa Islam adalah agama yg diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. berpedoman pada kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT .
Islam lahir di Makkah, ajaran Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul (utusan) Tuhan untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Islam sebagai agama adalah wahyu Allah yang ajarannya berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Setelah dipimpin oleh Nabi langsung dan di teruskan oleh sahabat-sahabatnya yang di juluki Khulafaur-Rasyidin, Islam mulai berkembang pesat akibat ekspansi yang dilakukan oleh daulah Islam setelahnya, seperti Bani Abbasiyah dan Umayyah. Ajaran Islam kemudian menyebar ke daerah–daerah luar jazirah Arab. Maka segera bertemu dengan berbagai peradaban dan budaya lokal yang sudah mengakar selama berabad–abad. Negeri-negeri yang sudah di datangi Islam seperti Mesir, Siria dan Negara Jazirah yang lain sudah lama mengenal filsafat Yunani, ajaran Hindu Budha, Majusi, dan Nasrani. Dengan demikian Islam yang tersebar senantiasa mengalami penyesuaian dengan lingkungan dan peradaban dan kebudayaan setempat, begitu pula yang terjadi di tanah Jawa.
Islam dengan risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah agama universal, ajarannya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan yang meliputi keimanan dan peribadatan, serta mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan lingkungannya yang disebut mu’amalah .
Adapun ciri-ciri Islam dapat dilihat dalam berbagai konsep yang dibawanya, yakni:
Pertama, Konsep teologi Islam yang di dasarkan pada prinsip tauhid sebagai konsep monotheisme dengan kadar paling tinggi. Konsep tauhid ini melahirkan wawasan kesatuan moral, kesatuan sosial, kesatuan ritual bahkan malah memberikan kesatuan identitas kultular.
Kedua, Konsep kedudukan manusia, dalam hubunganya dengan tuhan (hablum minallah), hubunganya dengan sesama manusia (hablum minannas), bahkan sesama makhluk, juga hubunganya dengan alam semesta. Hubungan-hubungan tersebut berada dalam jaringan kerja peribadatan dan kekhilafahan,yaitu fungsi ibadah dan fungsi khilafah.
Ketiga, konsep keilmuan sebagai bagian integratif dari kehidupan manusia. Wahyu perdana dari Al-Qur’an di samping membuat deklarasi kholaqol insan (Dia telah menciptakan manusia) juga mendeklarasikan alamal insan (Dia mengajarkan kepada manusia). Manusia ini selain di ciptakan oleh Allah,juga di beri kecerdasan ilmiah. Konsep ini ada kaitanya dengan janji Allah tentang Taskhiru ma fis samawati wa ma fil ardhi (apa yang ada di langit dan di bumi di peruntukan bagi manusia)
Keempat, Konsep ibadah dalam Islam. Disamping menyentuh aspek-aspek ritual, juga menyentuh aspek-aspek sosial dan juga aspek kultural .
2. Pengertian Kebudayaan Jawa dan Batasan Wilayahnya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya diartikan pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yg sudah berkembang (beradab, maju), sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah. Sedangkan Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia spt kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sbg makhluk sosial yg digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yg menjadi pedoman tingkah lakunya .
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat di artikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari budi daya yang berarti daya dari budi. Sehingga di bedakan antara budaya yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, rasa, karsa, dengan kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, rasa, karsa .
Sedangkan menurut Clyde Kluchohn, kebudayaan adalah suatu sistem menyeluruh yang terbentuk oleh sejarah meliputi kehidupan manusia yang cenderung mempengaruhi pola hidup suatu kelompok .
Selanjutnya menurut konsep konsep B.Malinowske, kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur universal yakni :
a. Bahasa
b. Sistem Teknologi
c. Sistem mata pencaharia (ekonomi)
d. Organisasi sosial
e. Sistem pengetahuan
f. Religi
g. Kesenian .
Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan masyarakat asli Jawa yang telah berkembang semenjak masa prasejarah. Sebagai halnya suku-suku sederhana lainnya budaya asli Jawa ini bertumpu dari religi animisme dan dinamisme. Dasar pikiran dalam religi animisme dan dinamisme bahwa dunia ini juga didiami oleh roh-roh halus termasuk roh nenek moyang dan juga kekuatan-kekuatan (daya-daya) ghaib .
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diambil kesimpulkan bahwa kebudayaan Jawa adalah sebuah sistem yang mencakup bahasa, sistem teknologi, mata pencaharian, organisasi sosial, corak berpikir, sistem kegamaan dan kesenian yang dianut dan dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Sedangkan yang dimaksud dengan islam dan kebudayaan Jawa adalah ajaran islam yang berkembang dan berjalan selaras dengan kebudayaaan masyarakat Jawa.
Menurut R. Wordward ciri Islam Jawa adalah kecepatan dan kedalamannya mempenetrasi masyarakat Hindu-Budha yang paling maju (sopheisticated). Hal ini dapat dilihat dari muatan karya sastra yang berpatronase dengan keraton seperti serat salokajiwa karya Ranggawarsita dan serat centhini karya Pakubuwana V dan nilai-nilai sufisme; ritual sekatenan dikorelasikan dengan rekonstruksi sejarah islam jawa; ajaran-ajaran Islam dalam pewayangan, dan penekanan bentuk keberagaman yang mengedepankan kesalehan praktis pada masyarakat jawa.
B. Ciri-ciri Orang Jawa
Dalam antropologi budaya dikenal beragam suku dan budaya, salah satunya masyarakat atau suku Jawa. Masyarakat Jawa adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan ragam dialeknya secara turun-menurun. Suku bangsa Jawa adalah mereka yang bertempat tinggal di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, serta mereka yang berasal dari kedua daerah tersebut. Secara geografis suku bangsa Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi: Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Sedangkan di luar itu, dinamakan pesisir dan ujung timur. Surakarta dan Yogyakarta yang merupakan dua bekas kerajaan Mataram pada sekitar abad ke-XVI adalah pusat dari kebudayaan Jawa. Keduanya adalah tempat kerajaan terakhir dari pemerintahan Raja-raja Jawa.
Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar yang berdiam di negara Indonesia. Suku Jawa hidup dalam lingkup budaya yang sangat kental, yang mereka gunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat, bahkan mulai dari kehamilan sampai kematian. Menurut Sujamto, 1997 budaya Jawa memiki empat ciri-ciri utama, yaitu;
a. Religius
Sebelum agama-agama besar masuk ke Jawa, masyarakat Jawa sudah mempercayai kepercayaan adanya tuhan yang melindungi mereka, dan keberagaman agama itu semakin berkualitas dengan masuknya agama besar, seperti: Hindu, Budha Islam dan Kristen, yang menjadikan masyarakat Jawa mempunyai toleransi keagamaan yang besar.
b. Non doktriner
Artinya budaya Jawa itu luwes (fleksibel), karena sejak zaman dahulu masyarakat Jawa berpendapat bahwa perbedaan agama yang masuk sebenarnya hanya berbeda caranya saja, untuk menuju pada tercapainya satu tujuan yang sama.
c. Toleran
Masyarakat Jawa selalu mengutamakan gotong royong, selain itu juga bisa menerima perbedaan pendapat dan menghormati pendapat orang lain.
d. Akomodatif
Kebudayaan Jawa selain penuh dengan pelajaran-pelajaran mengenai budi pekerti luhur juga mau menerima masuknya budaya asing yang masuk yang sesuai dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dari ciri-ciri budaya Jawa diatas, memberikan corak, sifat dan kecenderungan yang khas bagi orang Jawa yang antara lain adalah:
1. Masyarakat Jawa identik dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan alias tidak suka to the poin.
2. Menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak berbicara. Hal ini bisa terlihat dengan adanya strata (tingkatan) bahasa dalam suku jawa.
3. Suku Jawa umumnya mereka lebih suka menyembunyikan perasaan. Menampik tawaran dengan halus demi sebuah etika dan sopan santun sikap yang dijaga.
4. Narimo ing pandum adalah salah satu konsep hidup yang dianut oleh Orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan segala keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Orang Jawa memang menyakini bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan tidak dapat ditentang begitu saja.
5. Ciri khas lain yang tak bisa di tinggalkan adalah sifat Gotong royong atau saling membantu sesama orang di lingkungan hidupnya apalagi lebih kentara sifat itu bila kita bertandang ke pelosok pelosok daerah suku Jawa di mana sikap gotong royong akan selalu terlihat di dalam setiap sendi kehidupannya baik itu suasana suka maupun duka.
6. Dan, yang tidak dapat kita abaikan adalah sikap hidup orang Jawa yang menejunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam interaksi antar personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata dan perbuatan untuk tidak menyakiti hati orang lain. Mereka begitu menghargai persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat penting. Mereka tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau terseinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan sebab bagi orang Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono artinya, harga diri seseorang dari lidahnya (omongannya), harga badan dari pakaian
C. Tujuan Mempelajari IBJ
Dalam nilai kearifan warisan budaya Jawa yang diajarkan kepada kita menuntut untuk pengkajian dan pemahaman akan budaya yang selama ini kita jalankan. Adapun tujuannya antara lain:
a. Mengetahui bagaimana Islam yang ada di Jawa.
b. Mengetahui isi kandungan ajaran Islam yang terdapat dalam budaya Jawa.
c. Mengetahui pesan-pesan moral yang terkandung dalam kebudayaan jawa
d. Menumbuhkan sikap arif dalam menyikapi berbagai jenis kebudayaan Jawa dan keberagaman ritual keagamaannya .
e. Memotivasi masyarakat untuk menumbuhkan rasa kesadaran kebudayaan.
f. Mengetahui hal-hal yang ada dalam sejarah masyarakat Jawa dan kebudayaan yang dibangunnya, serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap ajaran Islam yang sudah sejak lama mendiami dan berasimilasi satu sama lain
g. Menumbuhkan spiritualisme, mendorong masyarakat untuk mengimbangi derasnya arus konsumerisme budaya tersebut dalam era globalisasi melalui peningkatan pendidikan dan keimanan
PSIKOLINGUISTIK
Pengertian Psikolinguistik
Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat mengundang tiga orang linguis dan tiga orang psikolog untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok dalam karyanya berjudul sycholinguistics, A Survey of Theory and Research roblems. Sejak itu istilah tersebut sering digunakan. Psikolinguistik merupakan interdisiplin antara Linguistik dan Psikologi. Karena itu, dalam membahas pengertian Psikolinguistik, terlebih dahulu penulis akan berdasar pada pengertian ilmu-ilmu tersebut. Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa. Pengertian Psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika Psikologi masih berada atau merupakan bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu jiwa lazim dipakai sebagai padanan Psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu (misalnya timbulnya konotasi bahwa Psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.
Pergeseran atau perubahan pengertian yang tentunya berkonsekuensi pada objek Psikologi sendiri tadi tentu saja berdasar pada perkembangan pemikiran para peminatnya. Bruno (Syah, 1995: 8) secara rinci mengemukakan pengertian Psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Ketiga Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku organisme. Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik (bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Mereka menganggap bahwa kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Karena itu, studi mengenai kesadaran dan proses mental manusia pun merupakan bagian dari studi mengenai ruh. Ketika Pikologi melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang mandiri pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium pskologinya, ruh dikeluarkan dari studi psikologi. para ahli, di antaranya William james (1842-1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Pengertian ketiga dikemukakan J.B. Watson (1878-1958) sebagai tokoh yang radikal yang tidak puas dengan definisi tadi lalu beliau mendefinisikan Pikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) organisme. Selain itu, Watson sendiri menafikan (menganggap tidak ada) eksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh dan kehidupan internal manusia menurut Watson dan kawan-kawannya tidak dapat dibuktikan karena tidak ada, kecuali dalam hayalan belaka. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa Psikologi behaviorisme adalah aliran ilmu jiwa yang tidak berjiwa. Untuk menengahi pendapat tadi muncullah pengertian yang dikemukakan oleh pakar yang lain, di antaranya Crow & Crow. Menurutnya Pikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya (manusia, hewan, iklim, kebudayaan, dsb.
Pengertian Pikologi di atas sesuai dengan kenyataan yang ada selama ini, yakni bahwa para psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap perilaku manusia yang bersifat jasmaniah (aspek pasikomotor) dan yang bersifat rohaniah (kognitif dan afektif). Tingkah laku psikomotor (ranah karsa) bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk, berjalan, dsb., sedangkan tingkah laku kognitif dan afektif (ranah cipta dan ranah rasa) bersifat tertutup, seperti berpikir, berkeyakinan, berperasaan, dsb. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 1982: 99).
Sejalan dengan pendapat di atas Martinet mengemukakan (1987: 19) mengemukakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Secara lebih rinci dalam Webster’s New Collegiate Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya http://educare.e-fkipunla.net Generated: 26 July, 2009, 06:28 linguistics is the study of human speech including the units, nature, structure, and modification of language ‘linguistik adalah studi tentang ujaran manusia termasuk unit-unitnya, hakikat bahasa, struktur, dan perubahanperubahan bahasa’. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan linguistics is the science of language, e.g. its structure, acquisition, relationship to other forms of communication ‘linguistik adalah ilmu tentang bahasa yang menelaah, misalnya tentang struktur bahasa, pemerolehan bahasa dan tentang hubungannya dengan bentuk-bentuk lain dari komunikasi’. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa dengan karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam menyimak ataupun membaca.
Berdasarkan pengertian psikologi dan Linguistik pada uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Untuk lebih jelasnya, mengenai pengertian Psikolinguistik berikut ini dikemukakan beberapa definisi Psikolinguistik. Aitchison (Dardjowidojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Sejalan dengan pendapat di atas. Field (2003: 2) mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’. Minda atau otak beroperasi ketika terjadi pemakaian bahasa. Karena itu, Harley (Dardjowidjojo: 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan ini Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Kridalaksana (1982: 140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat. Karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Slobin (Chaer, 2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia.
Secara lebih rinci Chaer (2003: 6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dalam kaitan ini Garnham (Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific discipline whose goal is a coherent theory of the way in which language is produce and understood ‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran’. Dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Dalam hubungan ini Osgood dan Sebeok (Pateda: 1990) menyatakan pscholinguistics deals directly with the processes of encoding and decoding as they relate states of communicators ‘psikolinguistik secara langsung berhubungan dengan proses-proses mengkode dan mengerti kode seperti pesan yang disampaikan oleh orang yang berkomunikasi’. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan merupakan rekognisi sebagai hasil analisis. Karena itu, Lyons berpendapat bahwa tentang psikolinguistik dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis). Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses bisa berupa bahasa lisan atau bahasa tulis, sebagaimana dikemukakan oleh Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan.
Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pendapat di atas pun secara tersurat menyatakan bahwa Psikolinguistik pun mempelajari pemerolehan bahasa oleh manusia sehingga manusia mampu berbahasa. Lebih jauhnya bisa berkomunikasi dengan manusia lain, termasuk tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang anak manakala anak belajar berbahasa sebagaimana dikemukakan oleh Palmatier (Tarigan, 1985: 3) bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perkembangan bahasa anak. Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu, Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa
psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘
psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. berupa persepsi, pemproduksian bahasa, dan pemerolehan bahasa. Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean, hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, Andoyo Sastromiharjo, Kholid A. Harras(1997/1998: 9) menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).
Field (2003: 2) mengemukakan ruang lingkup Psikolinguistik sebagai berikut: language processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain, bahasa dalam keadaan istimewa, language in exceptional circumstances, frst language acquisiton ‘pemrosesan bahasa, penyimpanan dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, bahasa dan otak, pemerolehan bahasa Secara lebih rinci Musfiroh pun berpendapat (2002: 8) bahwa Psikolingusitik meliputi a. Hubungan antara bahasa dan otak, logika, dan pikiran b. Proses bahasa dalam komunikasi: produksi, persepsi dan komprehensi c. Permasalahan makna d. Persepsi ujaran dan kognisi e. Pola tingkah laku berbahasa f. Pemerolehan bahasa pertama dan kedua g. Proses berbahasa pada individu abnormal (Musfiroh, 2002: 8) Karena psikologi merupakan bagian dari psikolinguistik, untuk mempermudah pemahman selanjutnya perlu dibicarakan ranah psikologi.
2. Ranah Psikologi
Menurut Utami Munandar (Syah, 2004: VI) hakikat pendidikan adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan setiap peserta didik mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya secara optimal dan utuh (mencakup matra kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, pembelajaran bahasa pun ditujukan untuk mencapai ranah kognirif, afektif, dan psikomotor secara utuh. Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.. (Neisser dalam Syah, 1995: 65; 2004: 22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan. Menurut Chaplin (Syah, 1995: 65; 2004: 22) ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus pengendali ranahranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Afektif adalah ranah Psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikapsikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Psikomotor adalah ranah Psikologi yang segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka (Syah, 1995: 85; 2004: 52).
3. Peran Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa
Siswa adalah subjek dalam pembelajaran. Karena itu, dalam hal ini siswa dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Garnham (Nababan, 1992: 60-61) terhadap aktivitas berbicara ditemukan berbagai berbicara yang menyimpang (kurang benar) dengan pengklaifikasian kesalahan sebagai berikut. Berbicara yang Menyimpang Tipe Ucapan yang Seharusnya Kesalahan antisipasi penerusan pengurangan/ haplology penambahan pertukaran penggantian percampuran “the new Mel Brooks film …” “practical classes …” “never lets …” “better of than …” “on a table around you …” “engineering job …” “hilarityhipterics …” “the new Bel …” “practical kr…” “nets …” “better off-wise than …” “round a table on you …” “engineering degree …” “hilarics …” Nababan (1992: 60-61) Menurut Garnham penyebab kesalahan yang dilakukan oleh pembicara di antaranya adalah kesaratan beban (overloading), yaitu perasaan waswas (menghadapi ujian atau pertemuan dengan orang yang ditakuti) atau karena penutur kurang menguasai materi, terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang menguasai topik. Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat kita klasifikasikan berdasarkan ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa perasaan waswas berkaitan dengan ranah afektif. Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, dan penyebab kesalahan berupa kesukaran melafalkan kata berkaitan dengan ranah psikomotor. Contoh-contoh kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi menunjukkan bahwa peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Tujuan umum pembelajaran bahasa, yaitu siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam berbahasa lisan ataupun berbahasa tulis. Agar siswa dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidahkaidah bahasa. Kaidah-kaidah bahasa dipelajari dalam linguistik. Untuk dapat menggunakan bahasa secara lancar dan komunikastif siswa tidak hanya cukup memahami kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan kaidah bahasa dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor (lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, jelaslah bahwa betapa penting peranan Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa.
Gagasan pemunculan psikolinguistik sebenarnya sudah ada sejak tahun 1952, yaitu sejak Social Science Research Council di Amerika Serikat mengundang tiga orang linguis dan tiga orang psikolog untuk mengadakan konferensi interdisipliner. Secara formal istilah Psikolinguistik digunakan sejak tahun 1954 oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. sebeok dalam karyanya berjudul sycholinguistics, A Survey of Theory and Research roblems. Sejak itu istilah tersebut sering digunakan. Psikolinguistik merupakan interdisiplin antara Linguistik dan Psikologi. Karena itu, dalam membahas pengertian Psikolinguistik, terlebih dahulu penulis akan berdasar pada pengertian ilmu-ilmu tersebut. Psikologi berasal dari bahasa Inggris pscychology. Kata pscychology berasal dari bahasa Greek (Yunani), yaitu dari akar kata psyche yang berarti jiwa, ruh, sukma dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara etimologi psikologi berati ilmu jiwa. Pengertian Psikologi sebagai ilmu jiwa dipakai ketika Psikologi masih berada atau merupakan bagian dari filsafat, bahkan dalam kepustakaan kita pada tahun 50-an ilmu jiwa lazim dipakai sebagai padanan Psikologi. Kini dengan berbagai alasan tertentu (misalnya timbulnya konotasi bahwa Psikologi langsung menyelidiki jiwa) istilah ilmu jiwa tidak dipakai lagi.
Pergeseran atau perubahan pengertian yang tentunya berkonsekuensi pada objek Psikologi sendiri tadi tentu saja berdasar pada perkembangan pemikiran para peminatnya. Bruno (Syah, 1995: 8) secara rinci mengemukakan pengertian Psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling berhubungan. Pertama Psikologi adalah studi mengenai ruh. Kedua Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Ketiga Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku organisme. Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik (bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Mereka menganggap bahwa kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Karena itu, studi mengenai kesadaran dan proses mental manusia pun merupakan bagian dari studi mengenai ruh. Ketika Pikologi melepaskan diri dari filsafat sebagai induknya dan menjadi ilmu yang mandiri pada tahun 1879, yaitu saat Wiliam Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium pskologinya, ruh dikeluarkan dari studi psikologi. para ahli, di antaranya William james (1842-1910) sehingga pendapat kedua menyatakan bahwa psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental. Pengertian ketiga dikemukakan J.B. Watson (1878-1958) sebagai tokoh yang radikal yang tidak puas dengan definisi tadi lalu beliau mendefinisikan Pikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behavior) organisme. Selain itu, Watson sendiri menafikan (menganggap tidak ada) eksistensi ruh dan kehidupan mental. Eksistensi ruh dan kehidupan internal manusia menurut Watson dan kawan-kawannya tidak dapat dibuktikan karena tidak ada, kecuali dalam hayalan belaka. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa Psikologi behaviorisme adalah aliran ilmu jiwa yang tidak berjiwa. Untuk menengahi pendapat tadi muncullah pengertian yang dikemukakan oleh pakar yang lain, di antaranya Crow & Crow. Menurutnya Pikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya (manusia, hewan, iklim, kebudayaan, dsb.
Pengertian Pikologi di atas sesuai dengan kenyataan yang ada selama ini, yakni bahwa para psikolog pada umumnya menekankan penyelidikan terhadap perilaku manusia yang bersifat jasmaniah (aspek pasikomotor) dan yang bersifat rohaniah (kognitif dan afektif). Tingkah laku psikomotor (ranah karsa) bersifat terbuka, seperti berbicara, duduk, berjalan, dsb., sedangkan tingkah laku kognitif dan afektif (ranah cipta dan ranah rasa) bersifat tertutup, seperti berpikir, berkeyakinan, berperasaan, dsb. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 1982: 99).
Sejalan dengan pendapat di atas Martinet mengemukakan (1987: 19) mengemukakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Secara lebih rinci dalam Webster’s New Collegiate Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya http://educare.e-fkipunla.net Generated: 26 July, 2009, 06:28 linguistics is the study of human speech including the units, nature, structure, and modification of language ‘linguistik adalah studi tentang ujaran manusia termasuk unit-unitnya, hakikat bahasa, struktur, dan perubahanperubahan bahasa’. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Nikelas, 1988: 10) dinyatakan linguistics is the science of language, e.g. its structure, acquisition, relationship to other forms of communication ‘linguistik adalah ilmu tentang bahasa yang menelaah, misalnya tentang struktur bahasa, pemerolehan bahasa dan tentang hubungannya dengan bentuk-bentuk lain dari komunikasi’. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Linguistik ialah ilmu tentang bahasa dengan karakteristiknya. Bahasa sendiri dipakai oleh manusia, baik dalam berbicara maupun menulis dan dipahami oleh manusia baik dalam menyimak ataupun membaca.
Berdasarkan pengertian psikologi dan Linguistik pada uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. Untuk lebih jelasnya, mengenai pengertian Psikolinguistik berikut ini dikemukakan beberapa definisi Psikolinguistik. Aitchison (Dardjowidojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang bahasa dan minda. Sejalan dengan pendapat di atas. Field (2003: 2) mengemukakan psycholinguistics explores the relationship between the human mind and language ‘psikolinguistik membahas hubungan antara otak manusia dengan bahasa’. Minda atau otak beroperasi ketika terjadi pemakaian bahasa. Karena itu, Harley (Dardjowidjojo: 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Sebelum menggunakan bahasa, seorang pemakai bahasa terlebih dahulu memperoleh bahasa. Dalam kaitan ini Levelt (Marat, 1983: 1) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan dan perolehan bahasa oleh manusia. Kridalaksana (1982: 140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, berupa kalimat-kalimat. Karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985: 3) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Slobin (Chaer, 2003: 5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia.
Secara lebih rinci Chaer (2003: 6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dalam kaitan ini Garnham (Musfiroh, 2002: 1) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific discipline whose goal is a coherent theory of the way in which language is produce and understood ‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran’. Dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Dalam hubungan ini Osgood dan Sebeok (Pateda: 1990) menyatakan pscholinguistics deals directly with the processes of encoding and decoding as they relate states of communicators ‘psikolinguistik secara langsung berhubungan dengan proses-proses mengkode dan mengerti kode seperti pesan yang disampaikan oleh orang yang berkomunikasi’. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan merupakan rekognisi sebagai hasil analisis. Karena itu, Lyons berpendapat bahwa tentang psikolinguistik dengan menyatakan bahwa psikolinguistik adalah telaah mengenai produksi (sintesis) dan rekognisi (analisis). Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses bisa berupa bahasa lisan atau bahasa tulis, sebagaimana dikemukakan oleh Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan.
Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pendapat di atas pun secara tersurat menyatakan bahwa Psikolinguistik pun mempelajari pemerolehan bahasa oleh manusia sehingga manusia mampu berbahasa. Lebih jauhnya bisa berkomunikasi dengan manusia lain, termasuk tahapan-tahapan yang dilalui oleh seorang anak manakala anak belajar berbahasa sebagaimana dikemukakan oleh Palmatier (Tarigan, 1985: 3) bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perkembangan bahasa anak. Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu, Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa
psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘
psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak. berupa persepsi, pemproduksian bahasa, dan pemerolehan bahasa. Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean, hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, Andoyo Sastromiharjo, Kholid A. Harras(1997/1998: 9) menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa).
Field (2003: 2) mengemukakan ruang lingkup Psikolinguistik sebagai berikut: language processing, language storage and access, comprehension theory, language and the brain, bahasa dalam keadaan istimewa, language in exceptional circumstances, frst language acquisiton ‘pemrosesan bahasa, penyimpanan dan pemasukan bahasa, teori pemahaman bahasa, bahasa dan otak, pemerolehan bahasa Secara lebih rinci Musfiroh pun berpendapat (2002: 8) bahwa Psikolingusitik meliputi a. Hubungan antara bahasa dan otak, logika, dan pikiran b. Proses bahasa dalam komunikasi: produksi, persepsi dan komprehensi c. Permasalahan makna d. Persepsi ujaran dan kognisi e. Pola tingkah laku berbahasa f. Pemerolehan bahasa pertama dan kedua g. Proses berbahasa pada individu abnormal (Musfiroh, 2002: 8) Karena psikologi merupakan bagian dari psikolinguistik, untuk mempermudah pemahman selanjutnya perlu dibicarakan ranah psikologi.
2. Ranah Psikologi
Menurut Utami Munandar (Syah, 2004: VI) hakikat pendidikan adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan setiap peserta didik mengembangkan bakat, minat, dan kemampuannya secara optimal dan utuh (mencakup matra kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, pembelajaran bahasa pun ditujukan untuk mencapai ranah kognirif, afektif, dan psikomotor secara utuh. Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.. (Neisser dalam Syah, 1995: 65; 2004: 22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan. Menurut Chaplin (Syah, 1995: 65; 2004: 22) ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus pengendali ranahranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seorang siswa dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Afektif adalah ranah Psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikapsikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Psikomotor adalah ranah Psikologi yang segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka (Syah, 1995: 85; 2004: 52).
3. Peran Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa
Siswa adalah subjek dalam pembelajaran. Karena itu, dalam hal ini siswa dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Garnham (Nababan, 1992: 60-61) terhadap aktivitas berbicara ditemukan berbagai berbicara yang menyimpang (kurang benar) dengan pengklaifikasian kesalahan sebagai berikut. Berbicara yang Menyimpang Tipe Ucapan yang Seharusnya Kesalahan antisipasi penerusan pengurangan/ haplology penambahan pertukaran penggantian percampuran “the new Mel Brooks film …” “practical classes …” “never lets …” “better of than …” “on a table around you …” “engineering job …” “hilarityhipterics …” “the new Bel …” “practical kr…” “nets …” “better off-wise than …” “round a table on you …” “engineering degree …” “hilarics …” Nababan (1992: 60-61) Menurut Garnham penyebab kesalahan yang dilakukan oleh pembicara di antaranya adalah kesaratan beban (overloading), yaitu perasaan waswas (menghadapi ujian atau pertemuan dengan orang yang ditakuti) atau karena penutur kurang menguasai materi, terpengaruh oleh perasaan afektif, kesukaran melafal kata-kata, dan kurang menguasai topik. Dari penyebab kesalahan-kesalahan tadi, dapat kita klasifikasikan berdasarkan ranah Psikologi. Penyebab kesalahan berupa perasaan waswas berkaitan dengan ranah afektif. Penyebab kesalahan berupa kurang menguasai materi atau topik berkaitan dengan ranah kognitif, dan penyebab kesalahan berupa kesukaran melafalkan kata berkaitan dengan ranah psikomotor. Contoh-contoh kesalahan dan penyebab kesalahan yang telah dijelaskan tadi menunjukkan bahwa peran psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Tujuan umum pembelajaran bahasa, yaitu siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam berbahasa lisan ataupun berbahasa tulis. Agar siswa dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar diperlukan pengetahuan akan kaidahkaidah bahasa. Kaidah-kaidah bahasa dipelajari dalam linguistik. Untuk dapat menggunakan bahasa secara lancar dan komunikastif siswa tidak hanya cukup memahami kaidah bahasa, tetapi diperlukan kesiapan kognitif (penguasaan kaidah bahasa dan materi yang akan disampaikan), afektif (tenang, yakin, percaya diri, mampu mengeliminasi rasa cemas, ragu-ragu, waswas, dan sebagainya), serta psikomotor (lafal yang fasih, keterampilan memilih kata, frasa, klausa, dan kalimat). Dengan demikian, jelaslah bahwa betapa penting peranan Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa.
Subscribe to:
Posts (Atom)